KLATEN, KOMPAS.com - Perbedaan persepsi antara konsumen dan pihak bengkel kerap menimbulkan konflik. Sehingga, hubungan antar keduanya menjadi tak harmonis bahkan memicu kesalahpahaman.
Salah satu jenis kesalahpahaman yang kerap muncul di antara konsumen dan pihak bengkel, adalah tidak ketemunya isi kepala dua belah pihak dalam menentukan kerusakan suatu komponen pada mobil.
Hermas Efendi Prabowo, Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN) mengatakan perbedaan persepsi ini harus dipahami oleh kedua belah pihak, sehingga hubungan konsumen dan pihak bengkel menjadi lebih baik.
“Dalam menentukan kapan waktunya komponen mobil harus diganti tidak serta merta hanya melihat kerusakan, tapi ada faktor durabilitas atau ketahanan komponen tersebut,” ucap Hermas kepada Kompas.com, Jumat (11/10/2024).
Hermas mengatakan, ketika pihak bengkel memeriksa suatu komponen, maka sepatutnya bisa memperkirakan kapan fungsinya akan menurun.
“Kira-kira apakah masih aman dipakai sampai mobil menempuh jarak tertentu, atau sampai waktunya perawatan berkala kembali, bila ada potensi sebelum itu sudah habis masa pakainya, maka bengkel harus menyarankan penggantian,” ucap Hermas.
Sedangkan kebanyakan konsumen, menurut Hermas, justru memandang komponen mobil wajib diganti bila kondisinya sudah rusak atau tak berfungsi lagi.
“Sehingga muncul anggapan di kalangan konsumen, selama komponen masih bisa dipakai, maka tak perlu diganti, maka dari itu perbedaan persepsi ini tak ketemu,” ucap Hermas.
Maka dari itu, menurut Hermas, tak sedikit pihak bengkel dianggap melakukan praktik kecurangan, mencari-cari kerusakan, atau seakan melakukan pemerasan secara halus.
“Misal niat awal hanya ingin perawatan ringan, tapi karena datang ke bengkel si A, menjadi perbaikan ke mana-mana setelah diberitahu ada beberapa komponen yang sudah waktunya ganti,” ucap Hermas.
Hermas mengatakan, bila kondisinya memang karena komponen tersebut sudah mencapai masa pakainya maka hal itu tak bisa dikatakan sebagai pemerasan atau sejenisnya.
“Kewajiban bengkel memberitahu, keputusan konsumen yang menentukan, jangan sampai sudah diberitahu tapi tak mau tahu, karena dampaknya bisa merugikan konsumen,” ucap Hermas.
Jadi, menurut Hermas, demi menjaga keharmonisan antara konsumen dan pihak bengkel. Keduanya harus bisa berkomunikasi dengan baik, untuk mempertemukan perbedaan persepsi tadi.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/10/15/181200415/perbedaan-persepsi-konsumen-dan-bengkel-kerap-menimbulkan-konflik