JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyampaikan sepeda motor listrik di Tanah Air kini belum cukup menarik generasi muda.
Kesimpulan tersebut seiring dengan penyerapan roda dua listrik yang cukup lamban dibandingkan mobil listrik berbasis baterai. Padahal, pasar sepeda motor merupakan yang terbesar dengan penjualan 5-6 juta setiap tahun.
"Tren sepeda motor di Indonesia itu, tiap tiga tahun pasti ganti walaupun decay rate atau umur daripada kendaraan dimaksud bisa sampai 15 tahun," kata dia di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
"Kemudian yang naik motor ini anak-anak muda. Mereka suka power, kenceng. Kalau mobil listrik itu terbukti, tetapi motor listrik paling hanya 50 km per jam (kpj). Jadi mereka bertanya-tanya, bisa ngebut gak sih?," lanjut Suwandi.
Sebab itu, penyerapan motor listrik cenderung lamban meski diberi subsidi senilai Rp 7 juta untuk setiap pembelian yang dibuktikan dengan NIK dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing.
"Jadi, ini merupakan suatu hal yang berbeda ketika bicara motor listrik. Kalau buat sekitar perumahan dan sekitarnya, cukup bagus. Tapi buat yang heavy duty, kenapa orang tidak beli motor listrik, mungkin satu alasannya karena performance," ucap dia.
Perkembangan teknologi juga disebut menjadi faktor lain yang mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap jenis kendaraan ini. Dalam konteks tersebut ialah keberadaan ride hailing seperti Gojek ataupun Grab.
Menurut Suwandy, kini anak muda lebih mengandalkan ride hailing ketimbang berkendara motor dalam melakukan berbagai aktivitas.
"Dulu misalnya, kalau mau belanja biasanya beli motor. Sekarang beralih, mending order aja (via ride hailing). Ini sesuatu yang membuat motor listrik sulit naik (penjualan)," ucap dia.
"Tapi puji tuhan motor tahun ini penjualannya tidak terkoreksi," katanya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua (Sisapira), selama semester I/2024 penyaluran insentif motor listrik sudah tembus 24.000 unit.
Perolehan ini, naik dua kali lipat dari satu tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 11.532 unit.
Hal serupa juga dikatakan sekertaris Jenderal Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML) Rian Ernest T yang mengatakan peralihan kendaraan ke motor listrik di Indonesia masih jauh dari optimal.
"Alasannya apa? Karena banyak teman-teman calon pembeli roda dua kendaraan listrik itu masih belum melihat secondary market yang ready," ujar dia.
Sebagai upaya meningkatkan popularitas motor listrik, Suwandy kembali menyampaikan harusnya ada model bisnis baru yang dikembangkan atau menaikkan spesifikasinya.
"Motor listrik sih mustinya bisa terjual di lingkungan yang tidak jauh distance-nya. Kalau powernya ada, mungkin akan beda lagi nanti," tutupnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/08/23/162100515/ini-alasan-anak-muda-enggan-beli-motor-listrik