JAKARTA, KOMPAS.com - Saat kondisi mobil masih baru, terdapat beberapa tindakan yang sebaiknya jangan dilakukan. Sebab, mobil tersebut masih berstatus inreyen.
Inreyen bisa dikatakan sebagai proses adaptasi mesin kendaraan. Maka itu, perlakukannya berbeda dengan mesin yang sudah digunakan hingga puluhan ribu kilometer.
Namun, banyak yang beranggapan bahwa inreyen hanya berlaku pada mobil baru yang meluncur di jaman dulu. Sementara sekarang, sudah tidak berlaku lagi karena perkembangan dan kemajuan teknologi.
Bambang Supriyadi, Executive Coordinator Technical Service Division PT Astra Daihatsu Motor (ADM), mengatakan, inreyen adalah prosedur untuk mengkondisikan komponen di dalam mesin yang baru bergerak dan mendapat beban supaya antar komponen saling menyesuaikan.
"Saat ini sebenarnya yang diperlukan itu inreyen pada sisi pengemudi karena perlu adaptasi terhadap fungsi, cara kerja, handling, dan sebagainya. Sementara di sisi mobil, tidak perlu," kata Bambang, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dengan dengan perkembangan teknologi material dan oli mesin, maka keausan dan kepresisian antar komponen mesin bisa dikontrol.
Namun, bukan berarti pemilik mobil baru bisa mengendarainya dengan bebas. Disarankan untuk tetap waspada terhadap sejumlah komponen di luar sektor mesin, seperti ban dan rem.
“Saat inreyen, kendarai mobil secara normal, jangan mengerem secara mendadak, karena daya cengkeram kampas rem masih minim. Untuk mobil manual, jangan berganti gigi di rpm tinggi atau melakukan perpindahan dengan cepat,” kata Kepala Bengkel Auto2000 Pramuka Suparna.
Suparna menambahkan, pada bagian dalam mesin mobil baru, masih terdapat gram atau ampas besi yang belum hilang sepenuhnya. Dikhawatirkan, gram tersebut bersirkulasi dan menumpuk di salah satu sudut mesin, sehingga mengganggu kinerjanya.
“Segera ganti oli saat odometer sudah 1.000 km, untuk membuang sisa gram yang ada di mesin baru,” ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/05/20/121200615/mitos-atau-fakta-mobil-baru-perlu-inreyen-