JAKARTA, KOMPAS.com - Secara garis besar kendaraan listrik saat ini punya tiga jenis baterai, pertama lead acid (SLA), kemudian tipe LFP (Lithium Ferro Phosphate), dan ketiga yaitu NCM (Nickel Cobalt Manganese).
Dari ketiga jenis baterai tersebut, baterai NCM disebut sebagai baterai dengan biaya produksi paling mahal sebab bahan baku tidak murah.
Hermawan Wijaya, Direktur Marketing PT International Chemical Industry (ABC Lithium), tak menampik bahwa harga bahan baku nikel dan kobalt jadi utama penentu harga jual baterai NCM.
"Kalau bicara harga relatif, tidak bisa kita bilang NCM mahal atau murah. Karena pada masa-masa tertentu kita harus lihat cara perhitungan biaya di pabrik. Biaya itu ada biaya bahan baku, operasional, biaya investasi. Tapi yang paling siginifikan bahan baku," ujar Hermawan yang ditemui belum lama ini.
"Bahan baku memang harga nikel mahal sekali dibandingkan harga besi. Kan LFP itu Lithium Ferro Phosphate, ferro itu besi. Kalau NCM kan Nickel Cobalt Manganese, nah nikelnya mahal dan kobaltnya juga mahal," ujarnya.
Keunggulan baterai NCM memiliki karakter penyimpanan energi yang bagus, dan juga daya yang lebih besar di atas LFP.
Dilansir dari unimudasorong, untuk baterai jenis NCM, kandungan unsur nikel kurang lebih 20 persen, kobalt 19 persen dan mangan (Mn) 20 persen. Sehingga nikel dan kobalt merupakan unsur utama dalam baterai jenis ini.
"Lithium-nya sama-sama pakai lithium nih bedanya oke sedikit, jadi tinggal kita bandingkan saja. Nikel dan kobaltnya mau berapa banyak untuk mendapat baterai ini," kata Hermawan.
"(Sedangkan untuk LFP) kemudian ferro-nya berapa banyak, LPF menggunakan ferro secara beratnya lebih banyak, tapi secara harga jauh lebih murah dibandingkan nikel," ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/05/13/082200115/mitos-atau-fakta-baterai-ncm-kendaraan-listrik-mahal-