JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini terjadi kecelakaan yang melibatkan bus dan Kereta Api (KA) Rajabasa tujuan Kertapati, Sumatera Selatan (Sumsel). Insiden tersebut terjadi di pelintasan Km 193+7 Jalan Way Pisang - Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Minggu (21/4/2024).
Peristiwa bermula saat Bus Putra Sulung BE 7037 FU datang dari arah Belitang dengan tujuan Jakarta. Pada lokasi kejadian, bus tersebut diduga menerobos pelintasan swadaya. Pelintasan tersebut merupakan pelintasan dipasang manual oleh PT KAI dan dijaga masyarakat sekitar.
Secara bersamaan, melaju di rel KA Rajabasa dari arah Lampung dengan tujuan Kertapati.
“Saat kejadian, masinis kami telah membunyikan semboyan 35 secara berulang namun tidak diindahkan oleh pengemudi bus sehingga temperan tidak bisa dihindari,” ucap Manajer Humas PT KAI Divre IV Tanjung Karang, Azhar Zaki Assjari.
Akibat insiden tersebut, sebanyak empat orang penumpang bus meninggal dunia dan 15 orang lain mengalami luka.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, kecelakaan antara kereta api dengan pengguna jalan di pelintasan sebidang maupun pelintasan liar (tanpa palang) masih kerap terjadi.
Maka dari itu, guna meminimalisir dan mencegah kecelakaan, pengguna jalan tidak boleh langsung memotong atau menyeberang tetapi wajib berhenti sejenak untuk memperhatikan kondisi sekitar.
“Pengguna jalan pada saat akan melintas pada pelintasan sebidang, baik itu yang dijaga maupun tidak termasuk pada lintasan liar, tidak boleh langsung memotong tapi wajib berhenti sejenak memperhatikan kanan dan kiri, taat pd rambu- rambu. Setelah betul-betul aman baru melintas,” ucap Budiyanto.
Menurut Budiyanto, ketidaktahuan dan kurangnya disiplin pengguna jalan pada saat melintas di pelintasan sebidang berakibat terjadinya kecelakaan.
Secara hukum, aturan kendaraan melintasi pelintasan kereta sudah diatur tegas dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal tersebut berbunyi,
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel
Terdapat sanksi bagi pengemudi yang melanggar aturan tersebut. Dijelaskan dalam Pasal 296 Undang-Undang yang sama, pengemudi yang melanggar aturan sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 114 tersebut akan dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp 750.000.
Selain itu, telah tertulis pedoman mengenai cara berlalu lintas ketika melewati pelintasan kereta sebidang. Pedoman tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.047/AJ.410/DRJD/2018.
Pada Pasal 11 huruf (e) dikatakan bahwa, pengendara wajib menghentikan sejenak sebelum melewati pelintasan sebidang, serta menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta api yang akan melintas.
Budiyanto melanjutkan, perlu beberapa upaya mitigasi dengan mengacu pada aturan atau regulasi, yang bisa dilakukan oleh para pemangku kepentingan agar kejadian ini tidak terulang. Diantaranya:
a.Perpotongan antara jalur kereta api dibuat tidak sebidang dengan cara membangun flyover atau underpass
b.Penutupan perlintasan-perlintasan liar
c.Meningkatkan fungsi keamanan dengan memasang sinyal, suara, rambu STOP pada perlintasan sebidang
d.Sosialisasi kepada masyarakat tentang aturan berkaitan dengan Perkeretaapian.
e.Apabila terjadi laka pada perlintasan, penyidikan lebih komprehensif jangan hanya berkutat pada sopir kendaraan yang tertabrak. Regulasi sudah jelas tentang hak dan kewajiban pengguna jalan dan pemangku kepentingan.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/04/22/074200615/kecelakaan-fatal-kereta-api-vs-bus-putra-sulung-di-pelintasan-liar