Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengurangi Hambatan Psikologis Pemanfaatan Kendaraan Listrik

Dalam kasus kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle-BEV), misalnya, selalu muncul kecemasan penggunanya yang mempertanyakan,“cukupkah sisa energi pada baterai untuk mencapai tujuan?”

Ketidakpercayaan ini muncul karena pengalaman panjang berinteraksi dengan peranti berbasis baterai yang lain seperti ponsel cerdas. Hampir semua pemilik ponsel pernah mengalami baterainya habis, padahal merasa baru saja mengisi ulang.

Pengalaman ini, meskipun tidak selalu akurat, membayangi setiap pengguna BEV. Rasa tidak percaya pada indikator energi baterai telah terlanjur tumbuh.

Menumbuhkan rasa percaya pada teknologi baterai merupakan tantangan yang solusinya harus melibatkan banyak sudut pandang (baca: kompleks).

Secara psikologis, paper yang ditulis Mario Herberz dan kawan-kawan di Socialsciences Nature menunjukkan bahwa memberikan informasi sisa energi yang tersimpan pada baterai dalam konteks jarak tempuh yang biasa dilalui memberikan pengaruh psiokologis yang baik, alih-alih hanya memberikan indikasi prosentase sisa energi seperti yang lazim dilakukan.

Pendekatan lain yang perlu dilakukan untuk mendorong penggunaan BEV adalah dengan memperbesar kapasitas baterai dan penyediaan infrastruktur pengisian ulang baterai yang mudah diakses.

Namun, “mudah diakses” di sini tidak dapat disederhanakan sekadar menjadi “tersedia dalam jumlah banyak”.

Permen ESDM nomor 1 tahun 2023 Bab II pasal 3 menentukan jenis konektor yang digunakan dalam Stasiun Pengisian Kendalaan Listrik Umum (SPKLU).

Secara mendasar, SPKLU dibagi menjadi arus bolak-balik (ac) dan arus searah (dc). Dalam hal pengisian ulang memanfaatkan gelombang ac, pemerintah menetapkan penggunaan soket dan plug dari jenis Mennekes (Eropa).

Sedangkan untuk pengisian ulang dc dan campuran ac dan dc pemerintah menetapkan penggunaan CHAdeMO (Jepang) dan CCS2 (Eropa).

Meski dari sisi realisasi protokol dan perangkat keras lebih sederhana, pengisian ulang jenis ac umumnya hanya mengakomodasi pengisian ulang lambat atau medium. Dalam kerangka ini, pengisian ulang ac lebih cocok diterapkan oleh individu.

Realisasi jenis ini untuk SPKLU akan mengurangi potensi profit bagi pengusaha karena waktu pengisian yang lama. Pengisian jenis dc lebih sesuai untuk diterapkan karena memiliki potensi pengisian cepat dan sangat cepat.

Bila ditinjau dari sisi ketersediaan dan keterjangkauan kendaraan BEV di Indonesia, kendaraan dari produsen China nampak mendominasi. Namun ditinjau dari sisi pengisian ulang energi listrik, standar yang digunakan di China ternyata tidak diakomodasi untuk SPKLU.

China menggunakan standar GB/T, baik untuk pengisian ulang ac maupun dc. Tentu saja ini tidak akan menjadi masalah dalam kasus pengisian di rumah.

Sebab kendaraan tentu dilengkapi dengan electric vehicle source equipment (EVSE) yang dapat dipasang di rumah dan kompatibel untuk mobil tersebut.

Namun bagaimana bila perjalanan yang ditempuh lebih jauh dari kemampuan baterai menyimpan energi? Ini memberikan hambatan psikologis tambahan bagi pengguna maupun calon pengguna BEV produksi negeri tirai bambu tersebut.

Para produsen tentu saja bukan tidak paham terhadap hal ini. Mereka menyediakan konverter yang memungkinkan konektor GB/T dapat terhubung dengan Mennekes atau CCS2.

Namun apakah ini solusi? Diam-diam ini memberikan hambatan baru, yaitu biaya, kehandalan, dan kompatibilitas.

Konverter ini tentu berimplikasi pada biaya tambahan yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan bila standar GB/T diakomodasi pada SPKLU.

Kehandalan merupakan masalah laten karena alat tambahan yang tidak permanen cenderung akan menimbulkan masalah kemudian hari.

Sedangkan kompatibilitas muncul akibat tidak semua SPKLU menerapkan protokol yang lengkap. Realisasi CCS2, misalnya, tidak semuanya mengadopsi lengkap DIN SPEC 70121 dan ISO/IEC 15118-series.

Sehingga kendaraan yang dapat diisi di SPKLU mungkin saja gagal di SPKLU lain.

Kompleksitas perangkat lunak ini semakin tinggi dengan fakta bahwa menerjemahkan aliran data dari satu protokol ke protokol lain tidak selalu berjalan mulus. Ditambah dengan kenyataan bahwa CCS2 menggunakan lapisan fisik power line carrier (PLC) yang berbeda dengan GB/T yang memanfaatkan CAN seperti halnya CHAdeMO.

Dalam hal mempromosikan kendaraan listrik berbasis baterai, perluasan terhadap akomodasi dan adopsi standar pengisian ulang kendaraan listrik perlu dilakukan. Tentu saja ini perlu dipahami secara logis dan faktual.

Mengutip data dari laman statista.com bahwa jumlah EVSE publik yang terdapat di China lebih besar dari jumlah stasiun pengisian di Korea Selatan, Amerika, Belanda, Perancis, Jerman, Inggris, Italia, Jepang, Norwegia, Kanada, Swedia, dan Spanyol. Ini membuat GB/T menjadi standar pengisian ulang terbanyak yang dipakai di dunia.

Ditambah dengan fakta bahwa produsen kendaraan listrik terbesar di dunia adalah China, membuat komponen GB/T paling banyak tersedia dan tentu saja yang paling terjangkau.

Mengonversikan ini menjadi standar lain yang lebih sulit ditemukan dan berpotensi lebih mahal tentu kontra produktif terhadap cita-cita mengubah pola transportasi menjadi ramah lingkungan.

Adopsi yang merupakan langkah logis ini sudah dilakukan jauh hari oleh setidaknya Jepang dan India. CHAdeMO (Jepang) sejak 2021 telah meluncurkan CHAdeMO 3.0 yang kompatibel dengan GB/T.

India mengadopsi GB/T pada standar Bharat DC-001. Cara adopsi India ini menarik karena sedikit mengubah rentang tegangan minimum GB/T menjadi 48 V dari semula 750 V.

Dengan spesifikasi tegangan yang dapat diatur lebih rendah ini, Bharat DC-001 dapat digunakan pada kendaraan roda dua, tiga, hingga mobil.

Lebih dari itu, Bharat DC adalah mekanisme pengisian ulang dc yang lebih modern dan kompleks dari mekanisme pengisian ulang ac.

Secara strategis dan logis, sangat perlu dibuat kelompok kerja yang mengurus masalah stasiun pengisian ulang kendaraan listrik.

Kelompok kerja ini perlu membahas realisasi pengisian ulang secara luas yang mencakup unsur teknis seperti jenis konektor, standarisasinya, protokol, keamanan komunikasi, ekonomi, bisnis, hingga psikologis.

Kompleksitas ini tidak dapat ditangani sekadar dengan diterbitkannya regulasi. Sebagai negara, kita perlu belajar untuk merespons sesuatu secara lebih alamiah, alih-alih hanya mengandalkan pada menerbitkan aturan dan berharap aturan itu dapat menyelesaikan masalah.

Perlu disadari bahwa dunia saat ini telah berada pada era industrialisasi jilid empat yang bersandar pada sistem siber-fisis.

Kita tidak bisa lagi berpikir dengan paradigma era industrialisasi jilid dua saat standar dapat dengan mudah dibuat bersandarkan pada spesifikasi fisik soket dan plugnya.

Sejak era industri jilid tiga, protokol telah menjadi bagian tak terpisahkan dari produk, apalagi di era I4.0 saat ini.

Dalam era modern ini, setiap realisasi fisis akan selalu berpasangan dengan protokol untuk merealisasikan fungsinya.

Kesemuanya ini membentuk jejaring yang kompleks dan memiliki potensi kemanfaatan yang luar biasa akibat teknologi kecerdasan sintetis dan big data.

Kesadaran untuk tidak dengan mudah berbagi data dengan pihak lain adalah kesadaran yang sama tingkatannya seperti kesadaran melindungi sumber daya alam agar tidak dijarah oleh pihak asing.

Lebih jauh, perlu disadari bahwa pasangan fisik-protokol pada produk dapat pula berfungsi sebagai jaminan keberlangsungan produk dan mengurangi potensi persaingan.

Memasukkan sudut pandang penguasaan protokol komunikasi dalam perluasan adopsi SPKLU dapat membuka peluang baru: ketahanan industri.

Bila para pelaku lokal menguasai secara mandiri protokol komunikasi pengisian ulang secara penuh, setiap masalah yang timbul dapat dengan cepat diatasi tanpa memerlukan dukungan ahli asing.

Data dapat secara penuh disimpan di Indonesia. Transaksi keuangan dapat diintegrasikan secara mandiri dengan teknologi lokal seperti QRIS tanpa perlu menyediakan jembatan antara yang mengharuskan pengiriman data ke luar negeri.

Tentu saja ini membuka peluang ekonomi yang besar. Dan semua ini mungkin dilakukan dengan adopsi GB/T, baik secara utuh atau dengan penyesuaian tertentu, karena realisasinya sederhana: memanfaatkan koneksi fisis CAN yang umum dan spesifikasi protokol yang mudah dipahami.

https://otomotif.kompas.com/read/2023/11/30/151644715/mengurangi-hambatan-psikologis-pemanfaatan-kendaraan-listrik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke