JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum dan Pengamat Transportasi Nasional mengkritik pemberlakuan tilang uji emisi, yang dinilai tidak sesuai kaidah, dan terkesan membingungkan.
Pasalnya, tilang uji emisi dianggap tidak mampu mensejahterakan masyarakat. Terbukti dari tingginya suara penolakan dan komplain yang disuarakan, saat aturan ini diterapkan.
Melihat dari segi efektivitasnya pun, tilang uji emisi dinilai sangat tidak konsisten. Aturan ini hanya berlaku satu hari saja, sebelum akhirnya dibatalkan.
Ki Darmaningtyas, Pengamat Transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) mengatakan, aturan tilang uji emisi sejatinya masih sangat ‘mentah’, namun dipaksakan berlaku. Imbasnya, penerapannya di lapangan menjadi tidak efektif.
Satu pokok permasalahan yang hendak ditekel sudah cukup jelas, yakni masalah polusi udara. Akan tetapi, Darmaningtyas menilai aparat keliru saat mengeksekusi solusi.
“Masalahnya, Aparat seolah bingung dengan apa yang mau dilakukan, ketika mendapat serangan-serangan terkait meningkatnya polusi udara di sektor transportasi,” ucapnya kepada Kompas.com, Senin (6/11/2023).
Kebingungan yang sudah muncul sejak awal itu pun akhirnya berlanjut, dan memengaruhi pola penerapan kebijakan.
“Kebijakan ini mencerminkan kebijakan orang yang bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan,” kata dia.
Dasar Hukum yang Digunakan Keliru
Dalih pihak Aparat menyelenggarakan tilang uji emisi adalah dengan menggunakan dasar hukum, yakni pasal 285-286 UU nomor 22 tahun 2009 (UU LLAJ). Menurut Darmaningtyas, aturan ini tidak memiliki korelasi apapun.
Satu alasan utamanya, pasal tersebut mengatur kelaikan jalan kendaraan, namun dari segi kelengkapan komponen pendukung seperti pelat nomor, spion, dan semacamnya. Sedangkan tidak diatur sama sekali perihal uji emisi.
“Sekarang kalau bicara tilang uji emisi ya, uji emisi untuk kendaraan pribadi itu tidak diatur di UU LLAJ,” tegas dia.
Kealpaan dasar hukum khusus alias Lex Specialis ini dinilai menjadi satu kekeliruan fatal, yang menyebabkan eksekusi tilang uji emisi selalu terganjal.
Penjelasan serupa juga dibagikan Dwi Putra Nugraha, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) sekaligus ketua PUSAKA (Pusat Studi Konstitusi Administrasi Negara dan Antikorupsi) Universitas Pelita Harapan.
Meninjau dari segi niat, Pemerintah melalui Aparat bisa dianggap memiliki itikad baik, karena berupaya memberantas tingginya angka polusi Jakarta.
Hanya saja, langkah penerapannya keliru, dan tidak disertai dengan pertimbangan efektivitas. Mengkaji dari sudut pandang HAN, regulasi ini dinilai kurang tepat.
“Dalam hal penerapan aturan, ada 3 poin yang harus diperhatikan, yaitu niat, mekanisme menjalankan, dan hasil akhir yang baik,” ucapnya.
Dwi menilai, tilang uji emisi diselenggarakan sudah dengan niatan baik, namun penerapannya yang mendadak dan memberatkan masyarakat seolah menjadi bumerang.
“Kalau niat awalnya baik tapi mekanismenya tidak baik, berarti hasil akhirnya tidak akan efektif. Situasi sekarang ini jadi buktinya,” kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/11/06/171123615/pakar-hukum-dan-pengamat-transportasi-kritik-keras-soal-sanksi-tilang-uji