JAKARTA, KOMPAS.com - Razia uji emisi resmi ditiadakan. Namun, pemerintah berencana untuk menetapkan hasil uji emisi sebagai persyaratan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Untuk itu, meski razia uji emisi sudah dihentikan, masyarakat diharapkan tetap memerhatikan emisi gas buang dari kendaraannya. Sehingga, kualitas udara di DKI Jakarta bisa lebih baik.
Sebenarnya, tidak sulit untuk menjaga emisi gas buang kendaraan tetap rendah. Kuncinya adalah menggunakan bahan bakar dengan RON yang sesuai dengan rekomendasi pabrikan atau lebih tinggi.
Tri Yuswidjajanto Zaenuri, dosen dan ahli konversi energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, untuk menghasilkan emisi yang rendah, dibutuhkan nilai oktan atau RON bahan bakar dan timing ignition.
"RON yang semakin tinggi, artinya sewaktu busi menyala dan campuran bahan bakar ikut menyala, itu butuh waktu yang panjang. Sedangkan RON yang kecil, sebaliknya," ujar Yus, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
"Jadi, kalau digambarkan sebagai kenaikan tekanan, maka kalau dia butuh waktu lebih lama untuk menyala maka kenaikan tekanan menjadi lebih tinggi," kata Yus.
Yus menambahkan, dengan tekanan yang tinggi, maka yang mendorong piston lebih kuat. Sehingga, daya yang dihasilkan lebih tinggi. Jika dayanya semakin tinggi dengan bukaan gas yang sama, maka kecepatannya akan lebih tinggi.
"Otomatis, pengendara akan mengurangi bukaan gas. Sehingga, bahan yang digunakan menjadi lebih sedikit. Dengan demikian, emisi yang dihasilkan juga lebih rendah," ujarnya.
Sebaliknya, jika pakai bahan bakar dengan RON yang rendah, maka tekanan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Sehingga, dengan bukaan gas yang sama, tenaga dan kecepatan yang dihasilkan akan berbeda.
Maka itu, penggunaan bahan bakar dengan RON yang lebih tinggi disebutkan lebih irit. Selain pembakaran yang dihasilkan lebih sempurna, daya yang dihasilkan juga lebih besar.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/09/18/110200015/korelasi-antara-nilai-oktan-dan-emisi-kendaraan