JAKARTA, KOMPAS.com - Marak bermunculan PO bus baru dengan nama yang agak asing. Bahkan, tidak sedikit juga membeli unit PO bus lain yang livery-nya sama, tapi ditutup namanya, pakai yang baru.
Memang, saat pandemi itu terjadi yang namanya bus dijual murah, baik bekas atau baru yang ada di karoseri. Cuma, kehadiran PO bus baru yang belum jelas ini sebenarnya kurang berkelanjutan secara bisnis.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan sudah mengamati fenomena tersebut. Biasanya, PO bus baru bermunculan, buka jalur, tapi tidak bertahan lama.
"Untuk masuk ke pasar, mereka melakukan berbagai hal dalam pelayanan, namun dengan murah-murahan tarif. Ini yang membuat susah bertahan," kata pria yang akrab disapa Sani kepada Kompas.com, Jumat (14/7/2023).
Pelayanan atau servis menurut Sani bukan fasilitas yang murah untuk disediakan. Tapi melihat perusahaan baru yang bergerak di bisnis PO bus, belum terbentuk biayanya.
"Pemerintah harus tegas dalam hal ini, jangan hanya membuat regulasi namun tidak dapat menegakkannya," kata Sani.
Lalu, biasanya PO bus baru ini muncul dari orang operasional atau agen PO bus yang sudah ada. Mereka mencari investor yang sebenarnya juga tidak paham soal dunia pelayanan angkutan orang.
"Industri angkutan orang ini kan terlihat menggiurkan karena penumpang beli tiket sebelum bus berangkat artinya uang di depan, sementara tidak melihat atau memperhitungkan jumlah okupansi," kata Sani.
Perusahaan bus yang baik adalah yang selalu ada penumpangnya, baik dalam musim tinggi (high season) atau sedang sepi. Mengingat, setiap bus keluar, maka ada uang juga yang disiapkan untuk operasional.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/07/14/152100815/penyebab-po-bus-baru-sulit-bersaing-dan-tidak-tahan-lama