JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini viral terjadi kemacetan parah di Simpang Tembesi, Kabupaten Batanghari, Jambi. Tak tanggung-tanggung, kemacetan jalan sepanjang 15 km tersebut berlangsung hampir 22 jam.
Timbul pertanyaan bagaimana sebetulnya gaji sopir truk saat membawa barang. Sebab jalan macet dipastikan merugikan sopir, pengusaha truk dan juga pemilik barang.
Bambang Widjanarko, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DIY mengatakan, mayoritas sopir adalah mitra pengusaha atau pemilik truk bukan pegawai dan bayaran sopir truk biasanya dihitung per sekali jalan.
"Di mana misalkan saya punya barang, saya ditelepon oleh satu perusahaan misalnya diminta kirim barang ongkosnya Rp 5 juta, saya akan kompromi dengan sopir mau tidak dia bawa sebab bagi hasilnya 50:50," kata Bambang.
"Nah kalau dia bilang kurang dia akan bilang masuknya (inginnya) di angka berapa misalkan Rp 3 juta, berarti saya tolak dan cari muatan yang harganya Rp 6 juta," kata dia.
Bambang mengatakan, ada dua kejadian yang merugikan sopir dan pengusaha. Pertama ialah jalan macet seperti kejadian di Jambi, dan kedua proses bongkar muat yang lama di tempat tujuan.
"Misalkan dia bawa muatan estimasi tiga hari. Sesampainya di sana gudang bongkarannya lama karena gudangnya penuh. Berarti dia harus nunggu lagi dua hari. Nah sopir itu akan marah, dan marahnya ke saya. Dia akan minta tambahanlah, buat uang makan dan ganti rugi," kata Bambang.
"Karena borongan ini ketika jalan macet sopir akan mengalami kerugian yang seharusnya dalam sebulan bisa bolak-balik Jakarta-Surabaya empat kali tapi karena macet dan bongkar muat terlambat dia jadi cuma jalan 2-3 kali saja dalam sebulan," katanya.
"Sedangkan kerugian yang dimaksud oleh pengusaha kurang lebih sama karena bermain di ritase," kata Bambang.
Sopir perusahaan
Bambang menjelaskan sopir borongan berbeda dengan sopir Pertamina atau Parta Niaga. Dalam hal ini sopir tidak masalah jika terkena macet di jalan sebab para sopir tersebut gajian per bulan.
"Mau kamu macet 18 jam atau 20 jam tidak bergerak pun tidak apa-apa karena gajinya bulanan. Seperti pabrik rokok Gudang Garam atau Polytron, karena yang dimuat pun barang mereka sendiri," kata dia.
"Gudang Garam berangkat bawa rokok, Djarum berangkat bawa rokok, Polytron berangkat bawa TV pulangnya kosong. Tidak boleh sopir muat barang punya orang lain tapi sopirnya sudah digaji," kata Bambang.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/02/120200115/mayoritas-bayaran-sopir-truk-bukan-sistem-gajian-tapi-bagi-hasil