JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Peruhubungan (Kemenhub), tidak memundurkan lagi wacana pemeberantasan truk Over Dimension Over Loading alias ODOL yang sudah ditetapkan berlaku mulai Januari 2023.
Menurut Djoko, pemerintah tak boleh menutup mata dengan banyaknya kerugian yang ditimbulkan ODOL. Tak sekadar masalah kerusakan jalan, dan kemacetan lalu lintas saja, tapi juga banyaknya korban jiwa yang disebabkan kecelakaan truk ODOL.
"Bila diundur, mau berapa banyak lagi uang negara yang dikeluarkan untuk perbaikan jalan. Lalu berapa banyak lagi kejadian kecelakaan yang menyebabkan korban, bahkan nyawa melayang," ucap Djoko kepada Kompas.com belum lama ini.
"Jangan diundur lagi sampai 2025, kalau alasanya tidak siap karena Covid-19 sampai bikin harga logistik nantinya jadi mahal, saya rasa itu akal-akalan pengusaha. Untuk sembako itu kalau mahal bisa diberikan subsidi dari pemerintah, harusnya Kemenperin juga mendukung negara," katanya.
Seperti diketahui, sebelumnya melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), para pelaku industri meminta agar pemberlakuan Zero ODOL ditunda dua tahun lagi, atau sampai 2025.
Alasannya, pelaku indutri, khususnya industri semen, keramik, dan bahan galian non-logam serta lainnya terkendal dalam menyiapkan pelaksanaan Zero ODOL yang sudah dicanangkan pada Januari 2023 lantaran Covid-19.
"Industri belum siap disebabkan hilangnya momentum persiapan pelaksanaan kebijakan Zero ODOL karena adanya pandemi Covid-19 mulai awal 2022 yang menyebabkan utilisasi industri sempat mengalami penurunan," kata Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin Wiwik Pudjiastuti.
Menurut Wiwik, bila Zero ODOL tetap dilakukan pada 2023, kemungkinan besar bakal ada kenaikan biaya logistik karena membebani industri di mana bisa menambah ritase truk yang berujung pada penambahan waktu loading dan unloading barang. Belum lagi ditambah dengan peningkatan penggunaan BBM.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan juga menjelaskan, para pengusaha sudah melakukan peremajaan truk tua, namun upaya percepatan peremajaan terhenti imbas pandemi yang melanda.
Dengan adanya perpanjangan waktu sampai 2025, diharapkan pelaku industri dan pengusaha angkutan memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk kembali melakukan peremajaan armada truk lawas. Lantaran paling tidak industri membutuhkan waktu dua tahun agar bisa keluar dari krisis imbas pandemi.
Tak hanya itu, Yustinus juga menyampaikan pemberlakuan Zero ODOL pada Januari 2023 akan menaikkan biaya logistik dan membuat menurunnya daya saing serta mendongkrak harga jual. Dengan demikian, besar kemungkinan daya beli dari masyarakat akan kembali turun.
"Bila daya beli masyarakat menurun, maka ekonomi kita yang sekitar 60 persen bergantung pada belanja dalam negeri akan menurun. Ujung-ujungnya pemulihan ekonomi dalam dua tahun terakhir ini akan sia-sia," kata Yustinus.
"Sehingga sangat tepat bila pemberlakuan Zero ODOL diberikan injury time atau perpanjangan waktu dua tahun menjadi 1 Januari 2025," lanjutnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/03/11/113100715/banyak-ruginya-pengamat-minta-kemenhub-tak-tunda-zero-odol