JAKARTA, KOMPAS.com - Pada saat mengemudi di jalan raya atau jalan tol, pengemudi harus memahami dan mematuhi rambu lalu lintas yang berlaku.
Bukan hanya rambu lalu lintas, pengemudi juga harus mengetahu tentang aturan marka jalan.
Ketika melintasi jalan tol, ada satu marka khusus yang umum terlihat di persimpangan menuju pintu keluar tol.
Marka ini juga bisa ditemukan di pertemuan jalur masuk dari gerbang tol dengan jalur utama tol tersebut.
Marka tersebut dinamakan marka chevron atau marka serong. Marka ini membentuk garis utuh tidak terputus sebagai tanda larangan untuk diinjak atau dilintasi.
Berdasarkan Permenhub Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan Pasal 1 (4), dijelaskan marka serong adalah marka jalan yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur atau marka melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan.
Marka chevron kerap dipasang pada lokasi pertemuan dua jalur guna mencegah terjadinya kecelakaan di jalan tol.
Selain itu, di beberapa ruas jalan tol yang rawan kecelakaan juga dipasang marka ini meski tidak ada percabangan jalan.
Ahmad Wildan selaku Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi menjelaskan bahwa marka ini memberikan ilusi visual yang mencegah pengemudi untuk melaju kencang.
"Marka chevron reducing marking jadi rekomendasi KNKT untuk mengurangi speeding di jalan tol yang saat ini banyak terjadi," kata Wildan kepada Kompas.com belum lama ini.
Marka ini akan menginformasikan ke pengemudi akan adanya penyempitan jalan sehingga secara reflek otak memerintahkan untuk menurunkan kecepatan," kata Wildan lagi.
Wildan menjelaskan, menurut sebuah riset yang dilakukan Transport Research Laboratory (TRL) di Inggris, informasi yang diterima pengemudi mengenai kondisi lalu lintas 90 persen berasal dari visual.
Maka dari itu, marka chevron jadi solusi efektif untuk mengurangi risiko kecelakaan akibat mengebut di jalan tol.
Menilik dari segi hukum, ada sanksi bagi pengguna jalan yang dengan sengaja menginjak atau melintasi marka chevron.
Hal itu tertera pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 (1).
Dalam regulasi tersebut, ada sanksi pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak sebesar Rp 500.000 bagi pelanggar marka jalan.
Marka Berwarna
Pengguna fasilitas jalan raya tentu tidak asing dengan marka jalan. Pola garis ini memberikan informasi kepada pengendara apakah bisa menyalip kendaraan di depannya atau tidak. Mengenai rambu berupa marka ini dijelaskan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
Dalam Pasal 19 dikatakan bahwa marka jalan berfungsi untuk mengatur arus lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan.
Setidaknya ada tiga jenis marka jalan, yakni marka membujur, melintang, dan serong. Untuk marka yang sering ditemui di jalan dan sering dilanggar adalah marka membujur.
Dalam Pasal 19 dikatakan bahwa marka jalan berfungsi untuk mengatur arus lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan.
Setidaknya ada tiga jenis marka jalan, yakni marka membujur, melintang, dan serong. Untuk marka yang sering ditemui di jalan dan sering dilanggar adalah marka membujur.
Dalam peraturan yang sama, pasal 20 disebutkan marka membujur terdiri atas garis utuh, garis putus-putus, garis ganda (garis utuh dan garis putus-putus), serta garis ganda (dua garis utuh).
Biasanya, marka jalan berupa garis membujur dijumpai dengan dua macam warna, yakni putih dan kuning.
Hal itu sesuai dengan Permenhub Nomor PM 67 Tahun 2018 Pasal 16 ayat (2). Warna marka jalan berwarna kuning adalah tanda untuk jalan nasional, sedangkan untuk marka berwarna putih untuk jalan selain jalan nasional.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/01/071200815/banyak-yang-belum-tahu-ini-fungsi-marka-chevron-di-jalan-tol