KOMPAS.com – Pemerintah telah meratifikasi Paris Agreement pada 2016. Perjanjian tersebut menegaskan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
Melalui NDC, pemerintah punya target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Sebagai informasi, gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada pada atmosfer bumi dan berfungsi menangkap panas matahari. Pada dasarnya, keberadaan gas tersebut dapat menjaga kestabilan temperatur bumi sehingga manusia, hewan, dan tumbuhan bisa hidup.
Namun, penumpukangas rumah kaca yang terlalu banyak dapat membuat suhu bumi meningkat. Kondisi ini dapat menyebabkan pemanasan global.
Salah satu penyumbang terbesar GRK adalah peningkatan karbon dioksida (CO2) yang berasal dari emisi gas buang kendaraan yang tak ramah lingkungan.
Oleh sebab itu, saat berbicara pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan bahwa salah satu upaya untuk mencapai target NDC pada 2030 adalah pengembangan kendaraan ramah lingkungan. Salah satunya, kendaraan elektrifikasi.
Meski demikian, mobil dan motor listrik masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Tanah Air karena kendaraan ini mendapat pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakunya.
Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa emisi kendaraan listrik tetap lebih bersih ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak.
Dalam acara talk show pada gelaran Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2021 di Serpong, Tangerang, Rabu (24/11/2021), Anggota Dewan Energi Nasional As Natio Lasman, mengatakan bahwa kendaraan berbahan bakar minyak mengeluarkan 4.100 kilogram (kg) CO2 untuk jarak tempuh 19.000 kilometer (km).
“Untuk jarak yang sama, kendaraan listrik hanya membutuhkan daya PLN yang mengeluarkan 1.300 kg CO2,” ujar As Natio seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (25/11/2021).
Pusat industri kendaraan elektrifikasi
Lebih lanjut, As Natio menilai bahwa Indonesia berpotensi menjadi pemain besar industri kendaraan listrik.
Pasalnya, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral, khususnya nikel. Seperti diketahui, nikel merupakan salah satu bahan baku penting dalam baterai kendaraan listrik.
Ketua Tim Pengembangan Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana mengatakan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) memiliki cadangan nikel yang dapat bertahan hingga 30 tahun guna menopang bisnis.
Seperti diketahui, pemerintah telah resmi mengumumkan pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) pada 26 Maret 2021. IBC merupakan perusahaan patungan dari empat perusahaan, yakni Inalum, Antam, Pertamina, dan PLN dengan masing-masing kepemilikan saham sebesar 25 persen.
Kolaborasi antarkorporasi pelat merah tersebut akan mengelola ekosistem industri baterai yang terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memperkuat ketahanan energi dan ekonomi nasional.
Sementara itu, lanjut Agus, jumlah bijih nikel kadar rendah dan tinggi tersedia cukup banyak karena porsi cadangan nikel Indonesia mencapai 24 persen dari total cadangan nikel dunia.
Dengan kesiapan tersebut, pemerintah mendorong Indonesia untuk dapat menjadi pusat kendaraan listrik di Asia Tenggara pada 2030.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bahkan menargetkan 3 juta unit populasi kendaraan listrik di Indonesia pada 2030. Dengan target itu, tingkat CO2 diprediksi bakal turun hingga 4,6 juta ton.
Regulasi elektrifikasi
Untuk mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah regulasi pendukung pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Payung hukum kendaraan listrik di Indonesia tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Kemudian, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Peraturan ini kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2021.
Beleid itu mengatakan bahwa PPnBM tidak lagi dihitung berdasarkan jenis dan kapasitas mesin mobil lagi, tetapi berdasarkan emisi dan konsumsi bahan bakar.
Dengan demikian, tarif PPnBM sebesar 0 persen berlaku bagi kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles (BEV) atau mobil listrik.
Dalam ekosistem kendaraan elektrifikasi, salah satu hal penting yang harus dikembangkan adalah infrastruktur. Hal ini mencakup stasiun pengecasan baterai atau dikenal sebagai stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Oleh sebab itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai.
Regulasi berikutnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2020.
Kemudian, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga mengeluarkan dua regulasi sekaligus. Pertama adalah Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Kedua, Permenperin Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.
Dukungan swasta
Keseriusan pemerintah dalam pencapaian target NDC 2030 mendapat dukungan penuh dari sektor swasta. Salah satunya dilakukan oleh perusahaan otomotif PT Toyota Astra Motor (TAM).
President Director PT TAM Susumu Matsuda mengatakan, TAM senantiasa mendukung keinginan positif pemerintah mengakselerasi kehadiran kendaraan-kendaraan ramah lingkungan.
“Kami mengapresiasi keseriusan pemerintah dalam memperhatikan kemajuan teknologi kendaraan, termasuk kendaraan elektrifikasi. Keseriusan ini merupakan upaya bersama dalam menjaga lingkungan untuk masa depan kehidupan yang lebih baik,” ujar Susumu Matsuda dalam webinar TAM Electrification Day 2021, Jumat (29/10/2021).
Sebelum pemerintah menelurkan sejumlah regulasi yang berkaitan dengan elektrifikasi, lanjut Matsuda, TAM telah menjadi salah satu pionir dalam gerakan pengurangan emisi.
Gerakan tersebut antara lain mengadopsi teknologi-teknologi rendah emisi, seperti Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing-Intelligent (VVT-I), dan Dual VVT-I.
Sejalan dengan percepatan elektrifikasi kendaraan, TAM pun menghadirkan sarana transportasi yang mengusung teknologi Battery Electric Vehicle (BEV), Hybrid Electric Vehicle (HEV), dan Plug-In Hybrid Vehicle (PHEV).
Teknologi tersebut diimplementasikan TAM melalui merek Toyota dan Lexus, misalnya All New Corolla Cross HEV. Mobil ini merupakan jenis sport utility vehicle (SUV) High Compact yang menawarkan beragam keunggulan.
All New Corolla Cross memiliki teknologi canggih dan desain elegan dengan tetap menampilkan keunggulan SUV modern yang fun, nyaman, serta fungsional guna menunjang ragam aktivitas penggunanya.
Dengan transmisi sistem e-CVT, kendaraan itu mempunyai tenaga total tembus 98 PS pada putaran 5.200 rpm dan torsi puncak 142 Nm pada 3.600 rpm.
Sementara itu, mesin HEV yang disematkan pada All New Corolla Cross Hybrid memiliki kode 2ZR-FXE berkapasitas 1.798 cc 4-silinder DOHC dengan teknologi Dual VVT-i.
Kemudian, motor listriknya mampu menghasilkan power maksimum sebesar 72 PS dan torsi sebesar 16,6 Kgm. Power unit ini pun lebih efisien dengan emisi CO2 yang lebih rendah jika dibandingkan All New Corolla Cross model gasoline.
Pengemudi All New Corolla Cross HEV juga mendapat tambahan fitur kenyamanan dengan adanya pengaturan posisi duduk 6 arah secara elektrik. Selain itu, mobil ini juga memiliki power back door yang dilengkapi kick sensor untuk memberi kemudahan akses pintu bagasi.
Kehadiran All New Corolla Cross HEV dan kendaraaan elektrifikasi lain dari TAM diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca pada 2030 mendatang.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/01/19/153600215/menilik-kesiapan-indonesia-kejar-target-penurunan-emisi-gas-rumah-kaca