JAKARTA, KOMPAS.com - Sumber daya yang melimpah atas bahan baku primer pembuat baterai untuk kendaraan listrik, yaitu nikel, kobalt, mangan, dan alumunium, tidak lantas menjamin Indonesia untuk sukses saat memasuki era elektrifikasi.
Pasalnya, banyak faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mendorong atas kesuksessan produksi baterai kendaraan listrik. Tak terkecuali juga terhadap perkembangan inovasi industri terkait.
Demikian dikatakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmitha di dalam Webinar Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi, Jumat (15/10/2021).
"Adanya teknologi disruptif baterai, mengindikasikan adanya cadangan nikel, mangan dan kobalt yang melimpah, tidak menjamin keberhasilan produksi baterai," ujar dia.
"Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi. Sehingga penting untuk berkerja sama ke seluruh pihak," lanjut Agus.
Menurut dia, industri baterai di Indonesia harus senantiasa bersiap dalam menghadapi inovasi-inovasi industri baterai global yang sedang berjalan saat ini.
Bila terlambat dan tidak mampu memanfaatkan peluang, harga kendaraan listrik bisa tidak bersaing. Seiring dengan itu, daya beli masyarakat tak akan sesuai harapan.
"Industri baterai indonesia harus mampu mengantisipasi perkembangan inovasi baterai ke depan, dengan berdampak pada harga lebih murah, energi lebih tinggi, dan waktu pengisian lebih singkat," ucap Agus.
"Menciptakan ekosistem BEV tentu memerlukan keterlibatan para pemangku kepentingan yang terdiri dari produsen, produsen baterai, pilot project, konsumen, dan infrastruktur," tambah dia.
Menperin memprediksi masa depan kendaraan listrik dengan bahan baku baterai yang saat ini tak bergantung pada bahan baku nikel, cobalt, dan mangan, seperti Lithium Sulfur dan lithium fero fosfor.
Harus ada inovasi itu yang membuat baterai menjadi lebih murah, termasuk inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen.
Adapun target produksi BEV pada 2030 ialah mencapai 600.000 unit untuk roda empat, dan 2,45 juta unit baterai untuk roda dua.
Pada keadaan tersebut, kadar emisi CO2 akan menurun sebesar 2,7 juta ton untuk roda empat atau lebih dan sebesar 1,1 juta ton pada sepeda motor.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/10/15/193100315/sumber-daya-melimpah-tidak-jamin-indonesia-berhasil-di-era-kendaraan