JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan teknologi otomotif kian pesat. Aspek keselamatan pengemudi maupun penumpang jadi salah satu poin utamanya.
Berbagai fitur keselamatan aktif pun ditanamkan dalam mobil-mobil baru. Salah satu teknologi pada fitur keselamatan yang mulai umum ditemui pada mobil kelas mengah adalah Autonomous Emergency Braking (AEB).
Sejumlah produsen mobil asal Eropa, Amerika, maupun Jepang menamai fitur keselamatan tersebut dengan istilah yang berbeda-beda. Tapi, fungsi dan konsepnya sama.
Fungsi utamanya adalah, melakukan pengereman darurat secara otomatis guna menghindari potensi benturan dengan objek di depannya.
Mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Euro New Car Assessment Programme (NCAP), terdapat tiga poin utama menjadi karakteristik dari fitur keselamatan AEB.
Yang pertama adalah autonomous. Ini berarti sistem AEB harus bisa berfungsi secara independen tanpa perlu dikendalikan oleh pengemudi secara manual agar bisa bekerja maksimal menghindari potensi kecelakaan.
Poin kedua yakni emergency. Fitur keselamatan aktif ini hanya akan bekerja pada situasi kritis sesuai pindaian sensor yang sudah terpasang. Dengan kata lain AEB tidak akan bekerja jika tidak ada potensi benturan di sekitar kendaraan.
Lantas yang ketiga adalah braking. Sesuai namanya, AEB aktif untuk menghindari potensi kecelakaan dengan memanfaatkan sistem kerja pengereman pada kendaraan.
AEB bekerja bergantung pada sensor radar yang terletak di bagian depan kendaraan. Beberapa produsen meletakkan sensor tersebut di dekat bagian gril mobil. Saat sensor mendeteksi potensi benturan pada jarak tertentu, maka sistem akan otomatis melakukan pengereman darurat.
Sejak 2018 silam, Komisi Uni Eropa telah mengajukan proposal terkait aturan sistem keselamatan pada mobil baru yang dipasarkan. Teknologi AEB ini jadi salah satu fitur yang wajib ada. Dengan adanya aturan ini, jumlah kasus kecelakaan dapat lebih ditekan.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/17/112200015/autonomous-emergency-braking-diklaim-kurangi-fatalitas-kecelakaan