JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mempercepat tren motor listrik, Pemerintah akhirnya membuat regulasi soal konversi motor bensin ke motor listrik. Namun, menurut sebagian orang, ada yang mengganjal dari aturan tersebut.
Soal konversi motor listrik, Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai.
Semua tentang konversi motor listrik, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tersebut, mulai dari pengertian konversi, bengkel konversi, sertifikat konversi, dan lainnya.
Hendro Sutono, pegiat motor listrik dan juru bicara Komunitas Sepeda dan Motor Listrik (Kosmik), mengatakan, sebenarnya masih ada beberapa hal yang mengganjal bagi rekan-rekan bengkel untuk bisa lolos sertifikasi, di antaranya ketentuan PM 65/2020 pasal 5 ayat 2 huruf d dan e.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa persyaratan sebagai bengkel konversi harus memiliki peralatan uji perlindungan sentuh listrik dan memiliki peralatan uji hambatan isolasi.
"Kedua alat uji tersebut berdasarkan informasi yang saya dapat dari rekan-rekan, harganya mencapai puluhan juta rupiah," ujar Hendro, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Hendro menambahkan, harga alat tersebut tentunya akan masuk dalam biaya investasi bengkel yang pada akhirnya akan mempengaruhi biaya konversi di level konsumen.
"Dengan kondisi saat ini yang masih sangat sedikit jumlah kendaraan yang dilakukan konversi, tentunya variabel investasi yang harus ditanggung konsumen juga menjadi besar. Sehingga harga konversi juga menjadi mahal," kata Hendro.
Hendro mengatakan, rekan-rekan mengharapkan keberadaan kedua alat uji tersebut tidak dibebankan kepada bengkel. Tetapi menjadi bagian dari balai uji, sehingga beban investasi bengkel konversi bisa berkurang.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/01/091200115/konversi-motor-listrik-bisa-mahal-jika-ikuti-aturan-sekarang