JAKARTA, KOMPAS.com - Harga merupakan salah satu aspek penting dalam mendukung program percepatan kendaraan listrik di dalam negeri agar bisa terserap secara cepat oleh masyarakat.
Pasalnya, saat ini banderolan mobil listrik belum mampu menjangkau lapisan paling gemuk di pasar domestik karena tak sesuai dengan kemampuan belanja rata-rata warga Indonesia yakni di atas Rp 350 juta sampai Rp 1 miliar.
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier meminta agar harga mobil listrik harus berada di Rp 300 jutaan.
"Dunia ini sudah bergerak ke carbon emission environment dan tentu Indonesia sudah menyiapkan beragam regulasi agar ikut serta dalam upaya tersebut. Secara umum, kita sudah siap ke era kendaraan listrik bahkan lebih dari itu," katanya dalam webinar yang dihelat oleh IBIMA Indonesia, Senin (9/8/2021).
"Kita masuk ke industri baterai kendaraan listrik pun sudah siap. Tapi memang terdapat aspek yang harus dipikirkan kembali yaitu bagaimana memikirkan ke depan," lanjut Taufiek.
Salah satu elemen yang ia soroti adalah kemampuan belanja atau konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia terhadap barang tersier seperti mobil. Sebab bila kehadiran kendaraan serupa tak bisa menjangkaunya, akan sia-sia.
"Kendaraan listrik saat ini masih didominasi oleh incone-per kapita negara yang kaya seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang sudah di atas 50.000 dollar AS. Sementara Indonesia masih sekitar 4.000 dollar AS," kata dia.
Sehingga, pemerintah dan instansi terkait harus berkerja sama lakukan kajian supaya mengurangi biaya produksi kendaraan listrik agar harga jual di pasaran bisa lebih terjangkau.
Paling tidak, berada di level Rp 300 jutaan atau setara dengan mobil berjenis multi purpose vehicle (MPV) atau sport utility vehicle (SUV) menengah.
"Dikarenakan income per-kapita mereka besar, maka purchasing powernya ke mobil listrik tinggi. Dengan keadaan Indonesia, maka paling tidak secara rata-rata mobil listrik harus Rp 300 jutaan," ucap Taufiek.
"Oleh karena itu, kita harus memikirkan lebih dalam karena dalam shifting dari internal combustion engine (ICE) ke electric vehicle (EV) sekitar 60 persen di mana baterai listrik memegang peranan penting," tambahnya.
Diketahui, saat ini terdapat beberapa perusahaan yang sedang mencoba untuk membuat dan memdaur ulang baterai untuk digunakan di kendaraan bermotor di dalam negeri. Kabar yang terbaru ialah konsorsium asal Korea Selatan LG dengan PT Industri Baterai Indonesia.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, perseroan akan membangun pabrik pada akhir Juli 2021 untuk beroperasi pada akhir 2023 mendatang. Dalam tahap pertama kapasitas produksinya akan mencapai 10 giga watt per hour.
"Ini investasi terbesar Indonesia pasca-reformasi (Rp 142 triliun) dan itu dibangun dari hulu ke hilir. Dari mining, smelter, prekursor, katode, sampai recycle pun daur ulangnya di Indonesia," kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/08/09/192100315/rp-300-jutaan-ini-harga-mobil-listrik-yang-pas-untuk-indonesia