JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini, masih sering ditemui di jalan raya pengemudi mobil yang menggunakan strobo atau sirene untuk sekedar bergaya.
Biasanya, pengguna strobo oleh kendaraan sipil digunakan untuk meminta jalan agar bisa melintas tanpa terkena kemacetan.
Seperti contoh video yang diunggah oleh akun Dashcam Indonesia, Rabu (19/5/2021). Dalam rekaman berdurasi 60 detik itu, terlihat romobongan Pajero dengan nopol B 1937 RJF menggunakan strobo untuk meminta jalan tanpa pengawalan dari petugas kepolisian.
Perlu dicatat bahwa pengguna lampu strobo dan sirene sudah diatur pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pada Pasal 134 UU LLAJ, sudah jelas hanya ada tujuh pengguna jalan yang memiliki hak utama. Kendaraan sipil atau berpelat nomor hitam tidak termasuk dalam pengguna jalan yang memiliki hak utama.
Kendaraan itu antara lain pemeliharaan sarana dan prasarana umum, petugas kebersihan, dan petugas perbaikan jalan tol dengan warna kuning. Lalu, kendaraan dinas Polri dengan warna biru.
Maka, ketika ada kendaraan sipil menyalakan rotator biru, pengemudinya wajib ditilang.
“Sehingga, kalau ada kendaraan pelat hitam atau pelat RF yang menggunakan rotator berarti itu menyalahi UU, bisa ditilang. Kendaraan mobil dengan pelat RF bukan termasuk kendaraan yang diberi hak untuk menggunakan sirene dan rotator,” kata Sambodo dikutip dari NTMCPolri, Rabu (19/5/2021).
Aturan
Perlu dicatat, bahwa penggunaan lampu strobo dan sirine sudah diatur pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pada Pasal 134 UU LLAJ sudah jelas hanya ada tujuh pengguna jalan yang memiliki hak utama. Kendaraan sipil atau berpelat nomor hitam tidak termasuk dalam pengguna jalan yang memiliki hak utama. Berikut urutannya:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit.
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia.
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara.
f. Iring-iringan pengantar jenazah.
g. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kendati demikian, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menilai, sanki untuk pelanggaran penggunaan strobo atau sirene di jalan ini masih terlalu lemah. Itulah sebabnya pelanggaran seperti ini selalu terjadi berulang-ulang.
“Bagi mereka yang menggunakan, sanksinya hanya Rp 250.000, siapa pun juga bisa bayar. Jika ingin menertibkan pelanggar seperti itu, sanksi yang diberikan harus lebih berat.
Sayangnya, untuk merubah hal tersebut membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang besar,” kata Jusri.
Bagi yang melanggar, menurut ketentuan pidana pasal 287 ayat 4 dari UU No 22 Tahun 2009 pelanggaran tesebut dapat dikenakan hukum kurungan selama satu bulan dan denda maksimal sebanyak Rp 250.000.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/05/19/150100115/masih-banyak-mobil-sipil-pakai-strobo-dan-sirene-minta-jalan