JAKARTA, KOMPAS.com - Program penarikan kembali kendaraan bermotor untuk kemudian diperbaiki alias recall merupakan salah satu perwujudan tanggung jawab perusahaan otomotif dalam menjamin keselamatan konsumen atau penggunanya.
Hal ini bukan berarti kualitas kendaraan menurun atau menjadi aib, justru mengindikasikan produsen terkait semakin proaktif menginspeksi kualitas produknya. Selain itu, menjadi bukti kalau pihak merek peduli lebih pada konsumennya.
Sebab, setiap produk yang dihasilkan oleh tangan manusia, terlebih dengan jumlah yang sangat banyak, tak lepas dari kesalahan.
Adapun salah satu cara menekan kesalahan tersebut ialah dengan aktif melaksanakan inspeksi kualitas baik sebelum maupun sesudah keluar pabrik.
Akan tetapi, di Indonesia recall seolah-olah masih menjadi isu negatif sehingga tak sedikit produsen yang melakukannya secara diam-diam. Alhasil, informasi perbaikan tidak dapat diterima secara baik oleh seluruh pemilik bersangkutan.
Untuk menjamin keselamatan bersama, Pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan terkait recall yang diwujudkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2019 tentang tentang Tata Cara Penarikan Kembali Kendaraan Bermotor.
Menurut Pasal 6, penarikan kembali kendaraan bermotor dilaporkan kepada menteri melalui direktur jenderal. Seusai menyampaikan laporan, berdasarkan Pasal 8, pemegang merek kendaraan bermotor harus melakukan pemberitahuan kepada pemilik yang terlibat.
Adapun cara penyampaian bisa melalui telepon, surat, media cetak, atau media elektronik. Pada keadaan mendesak, penarikan dapat dilakukan sebelum menyampaikan laporan kepada menteri.
Namun, regulasi ini tidak mewajibkan para pemegang merek atau produsen kendaraan bermotor untuk mengumumkan recall secara terbuka. Padahal, informasi secara terbuka saja belum tentu menjamin seluruh kendaraan yang bermasalah terjangkau untuk diperbaiki.
Berikut aturan tata cara recall menurut Permenhub No.53/2019:
Pasal 7: Perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor harus memiliki standar operasional prosedur tertulis. Standar tersebut harus diumumkan kepada masyarakat.
Pasal 8: (1) Setelah menyampaikan laporan, perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor melakukan pemberitahuan kepada pemilik Kendaraan Bermotor untuk dilakukan penarikan kembali.
(2) Dalam hal keadaan mendesak, penarikan kembali kendaraan bermotor dapat dilakukan sebelum menyampaikan laporan kepada Menteri.
(3) Pemberitahuan kepada pemilik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui:
a. telepon;
b. surat;
c. media cetak; dan/atau
d. media elektronik.
Pasal 9: Kendaraan bermotor yang telah dilakukan penarikan kembali sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dilakukan pemeriksaan dan/atau perbaikan oleh perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor.
Perbaikan kendaraan bermotor dilakukan sesuai standar operasional prosedur dari perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor yang telah dilakukan pemeriksaan dan/atau perbaikan sebagaimana pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Di sisi lain, dalam Pasal 45, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga terkait.
"Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum," bunyi UU tersebut.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/09/30/084200615/ingat-recall-kendaraan-bukan-aib-begini-aturannya-di-indonesia