JAKARTA, KOMPAS.com - Tercatat ada 38 Perusahaan Otobus (PO) dengan total 300 unit bus AKAP, sudah mendapat izin untuk beroperasi kembali di tengah larangan mudik Lebaran. Namun, ketika bus AKAP mulai beroperasi di tengah pandemi, justru bisa rugi karena sepi.
Pelayanan bus tersebut tidak dibuka secara umum, namun hanya melayani perjalanan orang dalam kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya dalam Surat Edaran Nomor 4 yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Namun demikian, hal ini rupanya seperti buah simalakama bagi Pengusaha Otobus (PO). Pasalnya, ketatnya aturan yang diberikan membuat penumpang yang menggunakan moda transportasi, termasuk bus AKAP jadi minim.
Contoh seperti yang diutrakan Anthony Steven Hambali, pemilik PO Sumber Alam. Pada hari pertama beroperasi dari Jakarta menuju Yogyakarta, Anthony mengatakan hanya membawa satu penumpang.
"Mau bagaimana lagi, akhir ya saya tetap minta kru untuk bawa penumpang itu. Kalau mau dibilang memang aturanya ribet dan tidak singkron, karena ada beberapa yang diizinkan di Pulo Gebang, tapi saat penyekatan di daerah dibilang tidak sesuai dan lain sebagainya, kasihan juga penumpangnya," ucap Anthony saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/5/2020).
Mengenai aturan yang tidak singkrong, fokusnya pada masalah dokumen mengenai pernyataan sehat. Ada yang harus menyertakan hasil tes negatif Covid-19, ada juga persepsinya cukup dengan surat keterangan sehat dari rumah sakit atau bahkan puskesmas dan klinik kesehatan.
"Logika dibandingkan harus menggunakan bus AKAP dengan keluar ongokos lebih banyak, lebih baik masyarakat pergi dengan menggunakan moda transportasi pribadi atau mobil pribadi. Untuk kami dengan mambawa penumpang yang satu atau dua saja itu sebenarnya rugi karena tidak nutup operasional," ucap Anthony.
"Posisinya sekarang ini seperti kami dihimpit dengan masyarakat, kalau misalkan dari terminal diizinkan lalu di penyekatan tidak boleh, kasihan kan, masa harus putar balik lagi. Kalau dibuat seperti ini lebih baik tidak beroperasi sekalian," kata dia.
Terkait soal rapid test, sebelumnya Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan mengatakan, harusnya pemerintah meyediakan fasilitas tersebut di terminal agar masyarakat yang mau berangkat bisa melakukan pengujian lansung di lokasi.
Namun demikian, harus distimulus dengan pemberian dispensasi khusus terkait biaya pengetesan. Artinya harus ada subsidi sehingga biaya yang dibebankan masyarakat juga tidak terlalu tinggi seperti umumnnya.
"Masyarakat yang menggunakan bus itu kan kalangan menengah, artinya mereka juga pergi naik bus karena lebih efesien dari pada moda lain yang lebih mahal. Kalau harus rapid test sendiri itu cukup malah harganya," ujar Sani.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/05/13/032200015/kembali-beroperasi-bus-akap-justru-bisa-rugi