JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja sistem pengereman pada kendaraan bermotor, terutama mobil, dipengaruhi oleh beberapa komponen seperti booster, kampas, piston, termasuk kondisi minyak rem.
Salah satu sifat minyak rem (DOT 3 atau DOT 4) adalah menyerap air atau higroskopis. Sehingga, kerja rem bisa optimal karena terbebas dari uap air yang membuat rem seolah-olah blong atau biasa disebut vapor lock.
"Guna mempertahankan dan mendapatkan fungsi tersebut secara optimal, selalu perhatikan kondisi minyak rem pada kendaraan. Kemudian, jangan gunakan kembali minyak rem yang sudah dibuka segelnya," kata Taqwa Suryo Swasono, Pemilik Bengkel Garden Speed di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hal tersebut, lanjutnya, karena segel botol minyak rem yang terbuka berpotensi terkontaminasi air. Terlalu banyak kandungan air dalam minyak rem, akan membuat kinerja rem tak akan optimal.
"Jika botol minyak rem sudah dilepas segelnya, maka besar kemungkinan akan menyerap air dari udara. Jadi bisa dibilang setelah beberapa jam setelah dibuka, proses penyerapan air itu sudah dimulai," kata Taqwa.
"Jadi baiknya minyak rem itu sekali pakai, kalau ada sisa jangan digunakan lagi. Beli sesuai dengan kebutuhan. Jangan karena mubazir, keamanan berkendara jadi taruhannya," ujar dia.
Adapun pergantian minyak rem, sebagaimana dijelaskan Technical Support Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Didi Ahadi, adalah tiap tiga tahun atau 40.000 kilometer.
"Meski usianya cukup panjang, minyak rem tetap perlu diganti dengan yang baru secara berkala. Penggantian minyak rem perlu dilakukan setiap 40.000 kilometer atau tiga tahun, mana yang lebih dulu," katanya kepada Kompas.com.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/21/092200615/bahayanya-pakai-minyak-rem-sisa-pada-mobil