JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjawab tundingan Uni Eropa yang menilai produk turunan kelapa sawit Indonesia, khususnya minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), tidak ramah lingkungan.
Menurut Jokowi, tuduhan itu tidak lain karena adanya persaingan bisnis antarnegara. Sebab, Eropa lebih banyak memproduksi minyak bunga matahari yang harganya lebih mahal daripada CPO.
"Uni Eropa memunculkan isu bahwa CPO tidak ramah lingkungan. Saya kira isu ini hanya soal perang bisnis antarnegara saja. Sebab, CPO bisa lebih murah dari minyak bunga matahari yang mereka hasilkan," kata Jokowi melalui keterangan resmi, Minggu (12/1/2020).
"Sekarang kita ubah. CPO lebih banyak kita pakai untuk kebutuhan domestik. Kita jadikan campuran untuk biodiesel melalui program B20, B30 saat ini, dan nanti B50. Jangan pernah khawatir tidak diminati oleh pasar," lanjut Jokowi.
Jokowi menjelaskan, dengan menjalankan program tersebut Indonesia bisa menghemat hingga Rp 110 triliun per tahun.
Capaian ini didapat dari pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM) berjenis fosil dan komoditas lain seperti nikel, bauksit, batu bara, sampai kopra.
Sebagai informasi, Indonesia memiliki 13 juta hektare kebun kepala sawit yang mampu memproduksi hingga 46 juta ton per tahun.
"Dari CPO, hiliriasasi industri kita terapkan pada komoditas lain seperti nikel, bauksit, timah, batu bara, hingga kopra. Nantinya, komoditas-komoditas tersebut tidak akan diekspor dalam bentuk mentah, semua dalam bentuk jadi atau setengah jadi. Inilah cara Indonesia mampu tetap berdiri tegak dalam memperjuangkan kepentingan nasional di situasi global yang penuh tantangan," ujar Jokowi.
Sebelumnya, berdasarkan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang diterapkan Uni Eropa, minyak kelapa sawit masuk dalam ketegori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/01/12/083847615/solar-b20-disebut-tak-ramah-lingkungan-ini-kata-jokowi