JAKARTA, KOMPAS.com – Daya cengkeram ban saat kondisi hujan cenderung kurang 'menggigit' ketimbang saat jalanan kering. Pengguna jalan pun dituntut lebih hati-hati karena traksi ban yang minim punya potensi kecelakaan lebih tinggi.
Kondisi ini memunculkan anggapan di tengah masyarakat, bahwa daya cengkeram ban akan lebih baik jika tekanan angin sedikit dikurangi. Dengan traksi yang lebih baik, kemampuan ban dalam menyapu air di jalan akan lebih mudah.
Sehingga tak terjadi bahaya aquaplaning, yaitu sebuah gejala ketika ban mengambang saat melewati genangan air dalam kecepatan tinggi. Sebab, efek gejala ini memungkinkan mobil akan lepas kendali sehingga tidak bisa dikendalikan dan dapat berujung celaka.
Meski begitu, anggapan mengurangi tekanan angin dapat meningkatkan traksi ban ternyata dibantah pakar keselamatan berkendara.
Chief Instructor Indonesia Defensive Driving Center (IDDC) Bintarto Agung, mengatakan, tekanan angin pada ban harus sesuai rekomendasi pabrikan.
“Mau seperti apapun cuacanya, tekanan angin harus sesuai rekomendasi pabrikan. Bisa dilihat di manual book atau pada tire placard, di mobil biasanya terdapat di pilar B atau dekat pintu pengemudi,” ucapnya kepada Kompas.com (16/12/2019).
Ia menambahkan, kemampuan traksi ban tidak bergantung pada besar kecilnya tekanan angin. Melainkan dari kedalaman alur ban dan kembangan ban yang digunakan.
“Saat kondisi jalanan basah, ban harus mampu mengeluarkan air lewat alur pada tapak ban. Air akan lebih sulit melewati ban saat kedalaman alur mulai tipis atau kembang ban sudah melebihi waktu pakai,” kata Bintarto.
Jadi buat Anda yang masih ragu dengan tekanan angin ideal saat musim hujan, pastikan sesuai dengan rekomendasi pabrikan.
Sementara itu jika ban masih tidak memberikan performa maksimal, pastikan kembangan ban masih layak dipakai di berbagai kondisi jalan atau belum masuk masa kedaluwarsa.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/12/17/073200715/berapa-tekanan-angin-ideal-saat-musim-hujan-