JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya bakal memberlakukan ujian praktik berbasis eletronik atau disebut electronic driving system (e-drive) bagi pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM). Langkah ini dilakukan agar penilaian kelulusan SIM jauh lebih objektif.
Tapi menurut Budiyanto, selaku Pengamat Transportasi yang dulu pernah menjabat sebagai Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, menjelaskan bila langkah ini akan lebih baik bila dibarengi dengan adanya pengujian tes psikologi.
Budiyanto menjelaskan. bila banyak hal yang memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas. Bahkan secara tren, untuk wilayah DKI Jakarta sendiri masih tergolong tinggi, yakni sekitar 5.000 sampai 5.750 kejadian per tahun.
"Kejadian ini tentunya akan paralel diikuti atau bersamamaan dgn pelanggaran lalu lintas, karena hasil analisa dan evaluasi bahwa setiap kejadian kecelakaan pasti akan diawali dengan kejadian pelanggaran lalu lintas," kata Budiyanto dalam keterangannya, Senin (21/10/2019).
Lebih lanjut, Budiyanto menjelaskan bila kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang kerap terjadi sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel. Mulai dari tingkat pemahaman terhadap aturan yang berkaitan masalah-masalah lalu lintas yang minim, sikap prilaku pengguna jalan yang kuran disiplin, kendaraan kurang laik jalan, faktor jalan, juga alam.
Namun, dari beberapa faktor-faktor di atas, menurut Budiyanto penyebab terbesar kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang paling dominan disebabkan dari manusianya sendiri alias human error.
"Berkaitan human error, tentunya akan berhubungan dengan sifat-sifat dasar yang dimiliki setiap manusia, antara lain perilaku atau atittude, kecerdasan, tingkat pengendalian emosi, moralitas, dan kemampuan saat menghadapi situasi dan kondisi. Sikap-sikap ini hanya dapat diukur, dilihat, atau ditelusuri dari aspek Psikologis," ujar Budiyanto.
Karena itu, Budiyanto menilai bila harusnya untuk mendapatkan SIM, sesorang harus wajib mengukuti tes psikologi. Bukan hanya dari segi fisik serta soal kemampuannya untuk berkendara saja.
Aturan ini juga sudah tertuang dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2009 mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 ayat 4 dan juga Peraturan Kapolri No.9 Tahun 2012 mengenai penerbitan SIM.
"Dengan test psikologis dimasukan dalam persyaratan untuk mendapatkan SIM diharapkan setiap individu yang sudah mendapatkan SIM memiliki kompetensi yang memadai dari aspek psikologis, termasuk kemampuan yang dipersyaratkan. Dengan demikian, mereka akan betul-betul mampu dalam mengemudikan kendaraan dengan baik, termasuk dalam pemahaman terhadap peraturan perundangan yang berkaitan masalah lalu lintas," ucap Budiyanto.
"Saya yakin setiap Individu yang telah memiliki kompetensi mengendarai kendaraan bermotor dengan melalui proses yang benar dan lengkap terutama dari aspek psikologis, mampu membangun keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sebagai pemerhati, saya menyarankan agar tes psikologis dijadikan salah satu prasyarat untuk mendapatkan SIM, bidang kesehatan perlu didorong untuk melaksanakan ini," ujar dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/10/21/162200615/tes-psikologi-mau-jadi-syarat-wajib-dapatkan-sim