Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polemik Ganti Emblem dan Efek Industri Esemka

JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrik Esemka milik PT Solo Manufaktur Kreasi akhirnya beroperasi, setelah dirsemikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Desa Demangan, Kecamatan Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, pada Jumat (6/9/2019) lalu.

Meski memiliki prototipe mobil penumpang dengan jenis sport utility vehicle (SUV), tapi untuk tahap perdana pabrikan milik swasta nasional ini memilih langkah untuk terjun lebih dulu di segmen mobil niaga ringan.

Mobil yang didaulat masuk ke pasar otomotif pada tahap awal adalah Esemka Bima 1.2 dan 1.3. Keduanya datang dalam bentuk pikap dengan perbedaan mesin dan kapasitas ruang kargo.

Walau sudah menyatakan diri bahwa PT Solo Manufaktur Kreasi merupakan 100 persen perusahaan swasta nasional, yang secara manajemen serta proses perakitan dikerjakan langsung oleh pekerja asli Indonesia.

Menjawab soal ini, jauh sebelum proses peresmian pabrik dan datang untuk menyaksikan sendiri ragam fasilitas yang dimiliki Esemka untuk merakit mobil, Kompas.com sudah sempat menanyakan langsung ke Presiden Direktur PT Solo Manufaktur Kreasi Eddy Wirajaya.

"Tidak, tidak benar itu (rebadge). Mobil yang ini kami produksi sendiri, tapi memang ada beberapa komponen yang masih kami impor. Komponen itu dikirim secara terurai dan kami rakit sendiri di pabrik," kata Eddy di pertengahan Agustus lalu.

Bila dimengerti, PT Solo Manufaktur Kreasi memang sebenarnya tidak memproduksi semua komponen mobil secara penuh di pabrik tersebut.

Ada beberapa yang memang masih didatangkan dari China secara terurai, bukan dalam bentuk utuh atau Completely Built-Up (CBU).

Komponen impor yang dimaksud menyangkut soal teknis, yakni "jeroan" mesin dan transmisi. Setelah tiba, komponen tadi dirakit kembali oleh para SDM lokal lulusan beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo Raya. Itu pun tidak semua, karena beberapa juga diganti menggunakan buatan lokal.

Kompas.com yang sempat melintasi sekilas ruang perakitan bersama dua rekan media lainnya juga melihat bila adanya aktivitas produksi yang dilakukan berupa perakitan mobil.

Terdapat rak-rak penyimpan berbagai suku cadang dan komponen yang sebagain besar berasal dari industri komponen lokal di Tanah Air.

Contohnya seperti pelek buatan Inkoasku, bak kargo karya ABC Bawen Karoseri dan PT INKA, knalpot dari PT Catur Karya Manunggal, sasis garapan PT INKA, per daun dari PT Indospring, dan lainnya.

Kondisi ini menandakan bila proses produksi manufaktur yang dilakukan PT Solo Manufaktur Kreasi benar adanya. Walau dari segi skala industri belum bisa menyamai pabrikan raksasa Jepang atau China, tapi rasanya klaim Esemka sebagai mobil buatan anak bangsa bukan kecapan semata.

Direktur PT Solo Manufaktur Kreasi Joko Sutrisno, juga sempat membantah cibiran ganti emblem. Menurut Joko, persepsi yang timbul beberapa waktu lalu mengenai Esemka adalah mobil China terlalu ekstrem.

Tapi dia pun cukup fair menjelaskan, bila memang ada beberapa mobil dari luar yang dijadikan sumber inspirasi untuk beberapa model produksi Esemka di Indonesia.

Namun yang perlu di garis bawahi, sumber inspirasi yang dimaksud bukan berarti benar-benar diiterapkan serupa dengan produk yang ada.

"Bila hanya mau ganti emblem, buat apa kami sampai bangun pabrik dan menyediakan semua fasilitas untuk produksi. Jadi memang ada inspirasi yang kita tiru, tapi kita juga lakukan pengembangan lagi. Artinya, di situ kita juga ikut memproduksi dan ada transfer teknologi," ucap Joko.

Efek Industri

Berdirinya pabrik Esemka di Demangan, Kabupaten Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, secara tak langsung menjadikan PT Solo Manufaktur Kreasi sebagai pabrik otomotif perdana di Jawa Tengah.

Menanggapi soal ini, rasanya tak pantas bila hanya melihat dari kaca mata produknya saja, tapi juga harus dari sisi dampak industrinya sendiri terhadap kehidupan masyarakat sekitar ataua multiplier effect. Terutama dari pergerakan perekonomian sekitar.

Contohnya seperti penyerapan tenaga kerja yang sebagian diambil dari Desa Demangan, mengingat pabrik ini berdiri di lahan sewa tanah kas Desa yang dulunya menjadi kebun tebu selama 30 tahun.

Humas PT Solo Manufaktur Kreasi Sabar Budi, menjelaskan dari 179 karyawan di pabrik Esemka yang ada saat ini, 35 orang berasal dari Demangan. Sementara sisanya sekitar 86 persen dari Boyolali dan Solo.

Selain membuka lapangan pekerjaan, hadirnya pabrik Esemka juga berpengaruh pada segi properti dengan melambungnya harga tanah di area tersebut dibandingkan seblum ada pabrik Esemka.

"Sekarang di sini (Demangan) yang bagi depan (dekat dengan jalan) kisarannya bisa sampai Rp 2,5 juta per meter persegi, sebelum ada pabrik itu hanya Rp 500.000 sampai Rp 700.000 saja, kalau di belakan dari Rp 60.000 sekarang jadi Rp 500.000 per meternya," ujar Sabar.

Tidak hanya itu, harga sewa indekos dan rumah juga ikut terkerek naik. Dulu karyawan magang Esemka yang difasilitasi rumah tinggal dan kos-kosan menurut Budi tak sampai jutaan, tapi saat ini sudah lebih dari Rp 2 juta per 25 harinya..

Bakan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto juga ikut membeberkan kehadiran Esemka ikut memberikan dampak bagi industri otomotif sekitar, salah satnya di Ceper, Jawa Tengah.

"Khusus Esemka juga ikut berperan memberikan efek pekerjaan pada industri, seperti di Ceper yang bisa membuat disk brake dengan casting di sana. Industri di Ceper selain menyuplai untuk Esemka, juga menyuplai ke Toyota dan industri lainnya seperti Panasonic," ujar Airlangga beberapa waktu lalu.

https://otomotif.kompas.com/read/2019/09/11/122541215/polemik-ganti-emblem-dan-efek-industri-esemka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke