Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tips Bagi yang Berniat Memelihara VW Kodok

JAKARTA, KOMPAS.com – Volkswagen Beetle atau yang biasa dipanggil VW Kodok merupakan salah satu mobil ikonik yang sudah lama beredar di Indonesia. Belakangan model terbaru Beetle sudah berhenti diproduksi, namun model bekasnya tetap diminati. Terutama Beetle keluaran awal yang hadir pada periode 1950-an sampai 1970-an.

Bagi pemula yang baru tertarik dengan VW Kodok dan ingin mengoleksinya, wajib memperhatikan beberapa hal sebelum mendapatkannya. Paling utama perihal kondisi unit, harga bekasnya, serta ketersediaan suku cadangnya.

Didit Soedarto, Ketua Harian 1 Volkswagen Indonesia Association (VIA), mengatakan jika VW Kodok yang beredar di Indonesia kebanyakan merupakan model yang berkapasitas 1.200 cc.

“Mesin ini termasuk yang paling banyak di Indonesia, kemudian diikuti tipe mesin 1.300 cc dan 1.500 cc. Tapi kalau ada yang 1.600 cc, ada yang diupgrade, atau dia CBU. Tapi mungkin ada yang pernah dengar 1.800 cc atau 2.000 cc, itu sudah pasti dimodifikasi sendiri,” bukanya kepada Kompas.com (7/9/2019).

Menurutnya, VW Kodok yang hadir di Indonesia berasal dari berbagai negara yang memproduksi Volkswagen Beetle. Baik itu di Eropa, Asia, ataupun Amerika Latin. Namun begitu APM Volkswagen (PT Garuda Mataram Motor) berdiri, semua VW Kodok yang beredar di Tanah Air merupakan versi CKD.

Harga VW Kodok

Sebagai salah satu kendaraan klasik, harga VW Kodok terbilang gelap. Artinya tak ada patokan pasti perihal harganya, semua sangat tergantung dengan kondisi mobil, serta kelengkapannya.

“Kalau kita bicara mobil klasik, enggak ada harga turun. Semua menanjak. Karena apa? Mobilnya itu-itu aja, jumlahnya tidak bertambah, jadi memang makin mahal,” kata Didit.

Ia mengatakan, bahkan ada salah satu model VW Kodok yang bisa dijual dengan harga Rp 1,2 miliar. Sebab model tersebut direstorasi sedemikian rupa sampai mendekati aslinya, dan disebut menjadi VW Kodok termahal yang dijual di Indonesia.

Sementara untuk VW Kodok klasik yang dikategorikan rapih, sehat, serta masih nyaman dipakai berada di kisaran ratusan juta rupiah. Terutama bagi VW Kodok lansiran tahun 1970 ke bawah, menurut Didit harganya bisa mencapai Rp 400 jutaan hingga Rp 500 jutaan.

“Kalau saya rekomendasi Kodok tahun muda, kisaran tahun 1970-an ke atas. Karena itu mobil paling reliable, masih nyaman dipakai touring, dan tidak rewel. Kodok tahun muda saat ini bisa didapatkan di kisaran Rp 50 jutaan, nanti untuk merapikannya tentu sesuai selera, tidak terbatas harganya,” ungkapnya.

Sedangkan soal pajaknya, Didit mengatakan umumnya mobil klasik memiliki pajak yang murah. Ia berujar jika per tahun hanya membayar sekitar Rp 400 ribuan untuk memperpanjang STNK mobil kesayangannya.

Ketersediaan Spare Part VW Klasik

Bicara ketersediaan suku cadang, Didit mengaku hal itu tak perlu ditakutkan para calon pemilik VW Kodok. Sebab sampai saat ini, pihak prinsipal disebut masih menyediakan segala spare part VW klasik.

Sementara soal harganya, karena dipesan secara khusus, harganya jadi terbilang agak mahal. Terutama untuk komponen asli, yang didatangkan langsung dari Eropa.

“Saya sudah merasakan punya VW klasik dan yang muda. Kalau kita bicara apple to apple, misal soal kaki-kaki, sama harganya baik yang tua atau yang muda,” tuturnya.

“Soal spare part sendiri saat ini masih banyak, Cina juga ngeluarin. Sebagian negara-negara Eropa juga masih keluarkan. Kalau lokal enggak ada sih, biasanya hanya aksesoris,” tambah Didit.

Ia juga mengatakan, hal ini bisa terjadi lantaran penggemar VW klasis masih tersebar di seluruh dunia. Makanya produsen komponen pun masih bertahan memproduksi spare part milik Kodok, Kombi, Safari, Karman, dan sebagainya.

“Bahkan body part itu masih ada, bisa dipesan. Shell atau rangkanya masih ada, mesin juga masih ada yang jual lengkap komponennya,” pungkas Didit.

https://otomotif.kompas.com/read/2019/09/10/110200715/tips-bagi-yang-berniat-memelihara-vw-kodok-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke