JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) mempertanyakan legalitas Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diterbitkan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro).
Menurut PERDIPPI, ada beberapa ketidaksesuaian, kejanggalan, dan dualisme antar pelaksanaan sertifikasi dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan sektor Minyak dan Gas Bumi beserta turunannya.
Pertama mengenai pengujian LSPro untuk menerbitkan SNI pelumas yang hanya bersifat parsial, yakni uji fisika kimia tanpa ada uji unjuk kerja.
Padahal, menurut Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI Paul Toar, SNI Pelumas yang telah diterbitkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dirumuskan melalui proses dua tahunan oleh Sub Komite Teknis, lalu disetujui oleh Forum Konsensus Nasional yang kemudian ditempatkan di website BSN untuk jajak pendapat umum, sesudah semua pihak menyetujui baru diterbitkan oleh BSN sebagai SNI resmi.
"Persyaratan yang ditetapkan untuk SNI Pelumas, yakni uji fisika kimia itu sudah diberlakukan dalam Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) Wajib. Jadi yang kami pertanyakan, hanya dengan uji fisika kimia seperti yang dilakukan dalam NPT Wajib langsung dapat diberikan hak untuk mencantumkan Tanda SNI. Legalitas pemberlakuan SNI inilah kami pertanyakan," kata Paul, dalam keterangan resmiya, Selasa (23/4/2019).
Menurut Paul, berdasarkan rumusan, secara tegas menetapkan untuk diberi SNI sebuah produk perlu pengujian lengkap terhadap seluruh ketentuan SNI. Bersangkutan dalam hal pelumas tidak cukup dengan uji fisika kimia saja, tetapi juga harus menjalani uji unjuk kerja.
Kedua mengenai ketentuan dari BSN yang menyatakan bahwa lembaga yang melakukan sertifikasi diharuskan sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Lantas apakah LSPro sudah terakreditasi oleh KAN?
"Dan untuk pengoperasian penggunaan tanda SNI juga didasarkan pada nota kesepakatan antara Badan Standarisasi Nasional (BSN) dengan KAN. Wewenangnya lembaga sertifikasi pelumas tersebut berada di bawah menteri teknis yang terkait dengan sektor minyak dan gas bumi, beserta turunannya," ucap Paul.
Faktor ketiga mengenai kewajiban uji fisika kimia. Persyaratan yang ditetapkan BSN untuk SNI itu, selama ini telah diberlakukan dalam NPT Wajib. Sementara, dalam rapat koordinasi hasilnya menegaskan selama masih belum ada uji unjuk kerja dari produk pelumas, maka yang diberlakukan adalah NPT. Paul mempertanyakan legalitasnya karena hanya dengan uji fisika kimia seperti yang dilakukan dalam NPT Wajib, langsung dapat diterbitkan izin menggunakan Tanda SNI.
Spesifikasi SNI di NPT
Dalam Permen ESDM Nomor 053 Tahun 2006 tentang Wajib Daftar Pelumas yang Dipasarkan di Dalam Negeri, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2808 K/20/MEM/2006, telah menetapkan standar dan mutu pelumas yang dijual di Indonesia. Regulasi tersebut sekaligus mencantumkan ketentuan persyaratan fisika/kimia SNI untuk pelumas sebagai bagian integral persyaratan NPT Wajib Pelumas.
Artinya semua pelumas yang akan dipasarkan di dalam negeri aspek kimia/fisikanya diuji Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dengan 14 parameter, dan dilakukan sebelum diterbitkannya NPT. Menurut Paul, bila dalam Permen ditegaskan acuan parameter standar mutu SNI di samping API, JASO, dan rekomendasi pabrikan, adalah NPT Wajib, dengan demikian adanya NPT bukan hanya mewakili standar mutu yang ditetapkan dan diakui, tetapi sah secara hukum.
"Fakta yang ada menunjukan dengan regulasi NPT, selama ini peredaran pelumas di bengkel, dan saluran distribusi lainnya telah berjalan baik dan lancar. Selain itu, biaya NPT hanya berkisar Rp 5 - Rp 10 juta per 5 tahun dan sudah lengkap dengan uji fisika kimia 14 parameter, sedangkan SNI bisa lebih dari 10 kali lipat untuk 4 tahun, ini menjadi sangat tidak visible untuk pelumas mesin kerja," kata Paul.
Secara terisah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) beberapa waktu lalu telah menujuk 12 LSPro dan 10 laboraturiun pengujuan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara, menjelaskan bila semua LSPro tersebut merupakan lembaga independen yang bisa menerbitakan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI Pelumas yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Negara atau KAN, dan telah sesuai dengan regulasi yang berlaku.
"Dalam UU No.3/2014 itu diatur bahwa penilaian kesesuaian SNI yang diberlakukan secara wajib dilakukan oleh LSPro dan Laboratorium Uji yang telah terakreditasi dan ditunjuk menteri," ucap Ngakan.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/04/24/091500615/perdippi-pertanyakan-sertifikasi-dan-keabsahan-lspro-pelumas