Di akhir musim 2008, krisis finansial yang melanda dunia membuat Honda terpaksa mengundurkan diri dari Formula 1, sekaligus menjual tim yang sudah dibangun sejak mengambil alih British American Racing (BAR) diakhir 2005. Untungnya Ross Brawn dan Nick Fry mengambil alih manajemen tim tersebut dan mampu membawa Brawn GP menjuarai F1 pada musim 2009. Tentunya dengan mengandalkan desain yang sudah dibuat oleh Honda sebelumnya, dan dengan dana yang sangat terbatas untuk mengembangkan mobil selama musim 2009 berjalan.
Walaupun Honda memiliki track record di F1 yang cukup baik sebelumnya, comeback pabrikan asal Jepang ini tidak berjalan dengan mulus di musim 2015.
Musim 2014 merupakan era baru Formula 1 dengan ubahan regulasi powertrain yang cukup signifikan. Mesin V8 naturally aspirated tak lagi dipakai dan diganti dengan tipe hybrid V6, turbo, plus tambahan tenaga listrik dengan system ERS yang sangat kompleks.
Pada musim pertama, sebagian besar dari pemasok mesin seperti Ferrari dan Renault mengalami permasalahan ketahanan dari Power Unit mereka. Padahal keduanya sudah melakukan pengembangan 1 tahun setengah sebelum peraturan bergulir. Berbeda Mercedes yang sejak awal memang sudah menunjukkan performa dan reliability yang sangat impresif.
Honda yang memilih untuk bergabung kembali ke F1 di musim 2015 mengalami kesulitan yang luar biasa selama 3 musim berturut-turut, yang mengakibatkan kerja samanya dengan McLaren tidak berjalan sesuai rencana. Ada beberapa hal yang berkontribusi dalam keretakan hubungan antara McLaren dan Honda.
Permasalahan reliability yang tak kunjung usai
Honda, sebagai “pendatang baru”, memilih untuk kembali di musim 2015, artinya Honda telat paling tidak 1 tahun setengah dalam pengembangan power unit baru yang berteknologi tinggi ini.
Alhasil, performa mesin Honda pada saat pre-season testing bisa dibilang kurang memuaskan, dan kilometer yang ditempuh jauh dibandingkan Mercedes, Ferrari dan Renault. Hasilnya, pada pre-season testing 2015 dan 2016, Honda tidak mampu menandingi jumlah kilometer yang ditempuh oleh rival-rivalnya, apabila kita melihat rata-rata jarak per mobil yang ditempuh pada saat pre-season testing. Satu mobil dengan mesin Honda hanya mampu melakukan 411.5km per mobil, dibandingkan 1202 km untuk 1 mobil Ferrari (2015).
Performa buruk ini berlanjut ke musim 2015 hingga 2017, dimana penggunaan komponen power unit Honda jauh lebih banyak dibandingkan pabrikan mesin lain. Alhasil duo McLaren-Honda pada musim 2015 dan 2016, Jenson Button dan Fernando Alonso sempat pernah mencetak rekor untuk grid penalty terbanyak sepanjang sejarah Formula 1, dengan 60 grid place penalty di GP Belgia!
Permasalahan reliability mungkin bisa ditolerir untuk musim pertama, 2015. Honda pun berhasil memperbaiki performa dan juga reliability mereka di musim 2016, meskipun masih jauh di bawah kompetitor yang lain. Namun, di 2017, reliability dari power unit Honda ini kembali anjlok, yang membuat kerja sama antara McLaren dan Honda tidak bisa lagi dilanjutkan untuk tahun 2018.
Tidak sesuai yang diharapkan
Selain reliability, tentu performa power unit juga sangat menentukan apakah mobil dapat bersaing dengan lawannya. Performa power unit dapat dilihat dari kecepatan maksimum (top speed) yang dihasilkan oleh mobil di trek lurus.
McLaren Honda sering sekali kalah jauh kecepatan maksimalnya dibandingkan Mercedes, Ferrari dan Renault. Data tahun 2015 di bawah ini menunjukkanya, namun tren ini pun berlanjut hingga 2017. Pada testing pre-season di Barcelona 2017, top speed Fernando Alonso terpaut 23 km/jam lebih lamban dibandingkan top speed Kimi Raikkonen (Ferrari).
Kurangnya dukungan Alonso
Fernando Alonso pernah menjuarai Formula 1 sebanyak dua kali, dan di saat karirnya sudah mendekati akhir, ia masih mempunyai ambisi yang sangat tinggi. Alasan Alonso pindah dari Ferrari ke McLaren adalah karena menurutnya, Honda adalah satu-satunya pemasok power unit yang ke depannya mampu untuk bertanding dengan Mercedes.
Namun pada kenyataanya, transisi kembalinya Honda ke Formula 1 memakan lebih banyak waktu dari pada yang dikira oleh semua orang. Alhasil, Fernando Alonso mulai terlihat kehilangan semangat, dan pebalap asal Spanyol ini tidak ragu untuk melontarkan kekesalannya di team radio yang tentunya di-broadcast oleh TV.
Kata-kata seperti: “GP2 Engine… GP2… AAAAAHHHHH!” yang ia lontarkan di GP Jepang ketika ia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa saat didahului oleh pembalap lain, tentunya mempunyai dampak buruk terhadap kerja sama antara McLaren dan Honda. Pabrikan mesin asal Jepang tersebut tentunya tidak mau namanya dijelek-jelekkan oleh penggunanya sendiri.
Kerja sama Honda dan Red Bull Family
Andai McLaren bersabar sedikit, mungkin tim yang berbasis di Woking itu akan mulai merasakan kualitas power unit Honda saat ini. Karena setelah memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan Honda, McLaren pindah ke Renault, sedangkan Toro Rosso menjadi satu-satunya tim yang menggunakan power unit Honda untuk musim 2018.
Bisa diasumsikan, Toro Rosso dijadikan tim uji coba, agar Red Bull mendapatkan gambaran apabila ingin menggunakan mesin tersebut di 2019. Lantas, hasilnya bagaimana? Cenderung positif.
Dari sisi reliability, terlihat sedikit perbaikan meskipun penggunaannya masih jauh di bawah Mercedes, Ferrari dan Renault. Setidaknya, Honda sudah mampu mengurangi pergantian Energy Store dan Control Electronics sepanjang musim 2018 dan bersaing dengan pabrikan lain.
Di musim 2018, yang menjadi perhatian bukanlah reliability yang membaik, namun performa top speed dari mobil Toro Rosso sangat baik, jauh lebih baik dari pada performa power unit Honda di tahun-tahun sebelumnya.
Kedua hal ini sepertinya cukup meyakinkan Red Bull untuk melepas Renault (atau Tag Heuer), dan beralih menggunakan power unit yang ditawarkan oleh Honda.
Tentunya, keputusan yang diambil oleh Red Bull bisa dibilang sangat riskan, karena permasalahan-permasalahan yang sempat menimpa mesin Honda pada awal-awal mereka kembali ke Formula 1.
Apakah kerja sama Red Bull dan Honda akan berhasil? Hanya waktu yang dapat membuktikannya. Yang jelas, team principal Red Bull Racing, Christian Horner, sempat mengatakan seberapa “rapih” konsep desain power unit yang dibuat oleh Honda, sehingga dapat mempermudah instalasi, perbaikan mesin tersebut.
Bahkan Helmut Marko sendiri pun mengakui bahwa mesin Honda adalah package yang paling cocok untuk desain mobil Red Bull dimusim 2019 ini.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/04/14/111552215/performa-power-unit-honda-di-formula-1-musim-2019