JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 25 Tahun 2018 mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelumas Secara Wajib, mendatangkan pro kontra di beberapa kalangan pebisnis pelumas. Salah satu yang mendapat sorotan adalah mengenai mahalnya biaya untuk mengurus sertifikat tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) Andria Nusa, mengatakan bila sebenarnya biaya untuk mendapatkan sertifikasi SNI tidak terlalu mahal.
"Sekitar Rp 25 juta sampai Rp 30 juta per satu kategori, harusnya tidak mahal dan tidak jadi masalah bagi pelaku bisnis pelumas yang benar. Katakanlah naik jadi tiga kali lipat sampai Rp 100 juta untuk SNI, kalau dia (importir) jualannya 1 juta liter per tahun, itu kan artinya biayanya hanya Rp 100 per oli. Hitungan 1 juta liter itu pemain kecil, karena hanya 1.000 Kl kalau dibandingkan kebutuhan nasional yang 950 ribu Kl itu kan sangat-sangat kecil," ujar Andria kepada wartawan di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Maksud dari biaya per satu kategori yang disampaikan Andria adalah satu jenis pelumas. Seperti diketahui, dalam Permenperin disebutkan ada tujuh jenis atau kategori pelumas otomotif yang harus diuji SNI.
Mulai dari pelumas Minyak lumas motor bensin 4 (empat) langkah kendaraan bermotor atau 4-tak, minyak lumas motor bensin 4 (empat) langkah sepeda motor, minyak lumas motor bensin 2 (dua) langkah dengan pendingin udara, minyak lumas motor diesel putaran tinggi, minyak lumas roda gigi transmisi manual dan gardan, serta minyak lumas transmisi otomatis.
Pro Kontra
Beberapa waktu lalu, kebijakan pelumas wajib SNI sempat mendapat perlawanan dari Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi). Bahkan Perdippi sampai mengajukan permohonan uji materi mengenai Permenperin SNI pelumas ke Mahkamah Agung (MA).
Adanya SNI dianggap bukan hanya mahal dalam pembuatan sertifikasi, namun juga bertabrakan dengan regulasi lain yang sudah ada dan berpotensi membuat importir pelumas kecil makin tergerus.
Andria mengaku sangat menyesali anggapan lain dan langkah yang diambil Perdippi mengenai kebijakan SNI. Karena seharusnya bisa sama-sama kompak dalam membela kepentingan konsumen.
"Kami agak menyesalkan tanggapan seperti itu, biar bagaimanapun Perdippi itu partner kami, sama-sama pengusaha pelumas di Indonesia. Harusnya bisa sama bela kepentingan konsumen, tapi ternyata mereka punya pikiran yang beda," ucap Andria.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/03/28/145610915/biaya-sni-dinilai-mahal-ini-tanggapan-asosiasi-pelumas-indonesia