JAKARTA, KOMPAS.com - Budaya tertib berlalu lintas di Indonesia belum maksimal seperti di negara maju lain, misal Jepang, Belanda dan lain sebagainya. Pengguna jalan di Tanah Air, masih banyak yang melanggar aturan ketika di jalan raya.
Sebagai contoh menerobos lampu merah, berjalan di trotoar, hingga tidak menggunakan atribut keselamatan, seperti helm, sabuk pengaman dan lain sebagainya.
Bicara mengenai fakta beberapa tahun terakhir, setiap tahun jumlah pelanggar lalu lintas secara nasional selalu tinggi. Data yang dirilis Polri untuk 2012 mencapai 5.790.191 pelanggaran, 2013 tembus 6.238.869 pelanggaran, 2014 naik drastis menjadi 12.009.060 pelanggaran, 2015 turun lagi menjadi 7.965.214 pelanggaran, dan 2016 totalnya 8.497.779 pelanggaran.
Demi menciptakan budaya tertib berlalu lintas, menurut penjelasan Marcell Kurniawan, Training Director The Real Driving Center adalah harus tahu dahulu tentang aturan. Pengetahuan ini perlu diwajibkan oleh Pemerintah dari tingkat dasar hingga tingkat atas.
Selain itu kata Marcell, perlu diwajibkan untuk para pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk memperoleh dasar pengetahuan via Lembaga Kursus dan Pelatihan Mengemudi, sehingga pengetahuannya bisa terjamin.
“Masalah di Indonesia adalah kurangnya pemberian pengetahuan kepada masyarakat tentang lalu lintas,” ujar Marcel kepada Kompas.com, Jumat (7/9/2018).
Setelah orang tau, lanjut dia perlu membangun budaya untuk masyarakat mau untuk menjalankan aturan dan menjalankan perilaku tertib di jalan.
"Tentu saja hal ini bisa dilakukan dengan peneguran dan penindakan oleh Polantas, atau masyarakat harus dipaksa tertib, sehingga mereka akan terpaksa tertib dan akhirnya akan terbiasa tertib," kata dia.
Menurut Marcell, apabil sudah terbiasa maka dengan sendirinya para pengguna kendaraan akan menjadi kebiasaan untuk selalu tertib berlalu lintas.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/09/07/152521615/pengguna-jalan-harus-dipaksa-tertib-berlalu-lintas