JAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai kondisi Indonesia tak bisa disamakan dengan negara lain dalam hal pemakaian mobil listrik.
Selain masih terbatasanya infrastruktur untuk pengisian baterai, hal lain disebabkan kekhawatiran mobil listrik bisa mematikan industri otomotif dalam negeri.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengaku sudah pernah mengikuti rapat dengan para asosiasi otomotif dari negara lain yang tergabung di OICA (Organisation Internationale des Constructeurs d'Automobiles).
Nangoi mengakui mulai banyak negara yang berencana mewajibkan pemakaian mobil listrik. Bahkan sampai berniat menghentikan pemakaian mobil konvensional bahan bakar minyak (BBM) fosil. Namun Nangoi menyebut negara-negara tersebut bukanlah negara produsen otomotif.
"Seperti Belgia itu bukan negara penghasil otomotif. Dia hanya pemakai. Jadi (perubahan mobil konvensional ke listrik) tidak ada dampaknya," kata Nangoi di Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Nangoi menyebut hal yang sama tak bisa begitu saja diterapkan di Indonesia. Sebab ada sekitar 1,2 juta orang yang bekerja di industri mobil di Indonesia.
Kontribusi yang dihasilkan untuk negara juga mencapai ratusan triliun rupiah.
"Jadi kalau Indonesia mau stop (mobil konvensional) 2040, nanti tidak ada investor yang masuk ke Indonesia," ujar Nangoi.
Saat disinggung mengenai India, Nangoi menyebut negara tersebut sudah meralat rencananya menghentikan produksi mobil konvensional pada 2030.
Sebagai informasi, seperti halnya Indonesia, India juga menjadi lokasi basis produksi produk otomotif.
Namun pemerintah negara tersebut dilaporkan sudah berencana menghentikan penjualan mobil konvensional pada 2030. Tujuannya mengurangi polusi tinggi di negara tersebut.
"India justru sekarang meralat. Boleh dicek," ujar Nangoi.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/05/23/172300115/stop-mobil-konvensional-memicu-divestasi-otomotif