Jakarta, KOMPAS.com – Persekutuan besar produsen otomotif yang tumbuh dan berkembang di China, SAIC-GM (General Motors)-Wuling Automobile (SGMW) mulai berekspansi keluar kandang. Punya modal kuat setelah mapan di negeri asal, mereka coba lebarkan sayap.
Indonesia negara dengan penjualan mobil terbesar ASEAN, jadi salah satu sasaran lewat merek yang disepakati, Wuling. Sementara merek lainnya SAIC, mencoba penetrasi ke pasar India, yang berada di urutan kelima global dengan penjualan 3,4 juta unit setiap tahunannya.
Benang merahnya, kedua negara tersebut sampai saat ini masih dikuasai mutlak pabrikan asal Negeri Matahari Terbit. Jika di India ada Maruti Suzuki, sementara di Indonesia ada Grup Toyota.
Pada fase awal, gelontoran investasi sampai 700 juta dolar AS atau Rp 9,6 triliunan (Rp 13.666,67), menggambarkan kalau Wuling tak main-main dan mau panjang umur di industri otomotif dalam negeri. Angka tersebut membuatnya jadi produsen China pertama, yang nekat head to head dengan pemain Jepang di sini.
Fasilitasnya sendiri seluas 60 hektar, di Greenland International Industrial Center (GIIC), Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat. Pembagiannya 30 hektar untuk pabrik, dan 30 hektar lainnya untuk Supplier Park, dengan kapasitas produksi maksimal 150.000 unit per tahun untuk penuhi pasar domestik dan ekspor. Fasilitas ini mulai beroperasi Juli 2017.
Dua Peluru, Confero dan Cortez
Seolah kebal dengan cemoohan dan stigma merek China karena pengalaman kelam masa lalu, Wuling tetap bergerak maju bertelanjang kaki nekat injak duri dan berharap sembuh lagi. Dua peluru awal Wuling, langsung dilesatkan ke segmen favorit di dalam negeri, mobil keluarga 7-penumpang yang sudah jadi garapan geng “Saudara Tua”. Sungguh bernyali!
Lewat model pertamanya yang dicemplungkan di arena pertarungan “bersimbah darah” di segmennya Avanza dkk (LMPV), Confero S 1.5L cukup mencuri perhatian pasar dalam negeri.
Bukan cuma harganya yang merusak tatanan pasar merek-merek Jepang, mobil keluarga dengan penggerak roda belakang ini tak kalah soal kualitas, kenyamanan, keamanan, juga fitur berteknologi tinggi yang biasa dipasang di mobil premium. Ini bisa disebut yang pertama di segmen LMPV dalam negeri dengan kelengkapan seperti itu.
Ingat, Wuling sendiri di back-up produsen mobil berkelas dunia asal Amerika Serikat, General Motors, yang sudah malang melintang di industri otomotif dan punya teknologi mutakhir soal produk roda empat. Patut diperhitungkan.
Sejenak coba bayangkan, harga Confero hanya dibanderol Rp 128 juta sampai Rp 165 jutaan. Sementara merek lain, yang umumnya asal Jepang, rata-rata harganya Rp 180 juta sampai Rp 240 jutaan, dengan spesifikasi ala kadarnya.
Berselang enam bulan, giliran Cortez 1.8L diperkenalkan ke publik Tanah Air. Model ini mencoba mengusik “zona nyaman” Innova, serta beberapa merek asal Jepang lainnya di kelas medium MPV. Tak berbeda dengan Confero, Cortez memiliki hampir 20 fitur mewah dan berteknologi dengan harga “wow”, jauh di bawah model-model di segmennya. Termurah Rp 218 juta dan termahal Rp 264 juta.
Enam Bulan, 10 Besar!
Bermodalkan satu peluru saja, Wuling bersama dengan Confero-nya sudah berhasil masuk 10 besar, berdasarkan data wholesales Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Soal waktu, mereka baru saja eksis selama enam bulan.
Pada 2018 ini, mereka mulai melangkah optimistis dengan mematok penjualan sampai 30.000 unit, entah hanya mengandalkan dua model sekarang atau bakal menambahkannya lagi. Bagaimana pun itu, target Wuling tersebut rasanya membuat banyak pihak sabar cepat sampai di akhir tahun.
Jika mengacu pada target Gaikindo di mana pasar terbilang flat dan hanya mencapai 1,1 juta unit, angka 30.000 unit bisa buat Wuling merangsek ke posisi keenam dan berada di belakang Suzuki. Kalau melihat 2017, Datsun saja hanya menjual 10.484 unit, Nissan 14.488 unit, Isuzu 20.085 unit, sementara Hino 29.419 unit.
“Brand Minded”, Musuh Terbesar
Memang tidak bisa dipungkiri kalau konsumen Indonesia sudah terjajah merek Jepang, sampai hampir tak berani berpaling. Bagaimana tidak, selain eksistensinya, mereka juga sedikit banyak buktikan kualitas produk, pelayanan pasca pembelian atau aftersales service, dan ketersediaan suku cadang.
Dapat kepercayaan lebih dari masyarakat di dalam negeri, itulah yang dilakukan Nippon, yang sudah mapan dari “A” sampai “Z” di industri otomotif.
Namun, bukan berarti merek China seperti Wuling tak bisa memperoleh itu, meski “haters” kerap mengaitkannya dengan cerita masa lalu. Seiring waktu, pembuktian soal kualitas akan mengikis anggapan-anggapan negatif.
Lihat faktanya, pemerintah China mampu "memaksa" merek global untuk transfer teknologi lewat kewajiban bermitra lokal, ketika mau jualan di pasar otomotif terbesar di dunia itu. Pabrikan global juga tak ada pilihan lain, demi keuntungan besar, hak cipta yang semula diproteksi habis, diberikan juga, meskipun transfer teknologi dilakukan bertahap.
Satu keniscayaan kalau merek China suatu saat akan bisa setara dengan kualitas merek global lain. Kondis ini juga membuat kepercayaan diri meningkat dan sampai berani menantang Jepang di pasar global.
Memang soal brand minded, pada tulisan Kompas.com sebelumnya ada pengakuan dari salah satu tenaga penjual Wuling. Dirinya mengatakan bahwa soal image memang bakal susah dijelaskan, kepada orang yang tak mau membuka mata.
Jika calon konsumen sudah ”tertutup” dengan image dan gengsi, akan susah digoda dengan fitur canggih dan layanan purna jual seperti apa pun. Namun, ketika calon konsumen datang untuk mencari kualitas mobil dengan harga terjangkau, Wuling bisa jadi bahan pertimbangan.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/02/12/150200315/upaya-wuling-merusak-pasar-jepang-di-indonesia