KOMPAS.com - Suatu hari, seekor rusa menyeberang secara tiba-tiba di jalan raya Newport, Oregon, Amerika Serikat. Itu bikin John W Hetrick kaget dan lantas membanting setir mobilnya.
Menghindari rusa, kendaraannya malah menabrak pohon dan pagar di tepi jalan. Walau begitu, tangan John dan istrinya berhasil menahan kepala anak perempuan mereka yang berusia 7 tahun sebelum sempat terbentur dasbor.
"Sesampainya di rumah, saya ingat terus kejadian itu. Saya berpikir, kenapa belum ada alat yang muncul dan menahan kita, ketika benturan akan terjadi saat berada di dalam mobil," kata John.
Kecelakaan yang terjadi lebih dari setengah abad lalu atau tepatnya tahun 1952 itulah yang kemudian mencatatkan nama John dalam sejarah lahirnya kantong udara atau airbag di dalam mobil, seperti tertulis di buku American Heritage of Invention & Technology Volume 11.
Meski demikian, John W Hetrick terbilang bukan orang pertama yang mematenkan konsep airbag. Sudah ada Walter Linderer dari Jerman yang dua tahun sebelumnya mematenkan konsep serupa, seperti dituliskan dalam Road and Off-Road Vehicle System Dynamics Handbook.
Siapa pun yang pertama, keduanya sama-sama menggambarkan betapa pentingnya bantalan penghalang, seperti airbag, dalam sebuah tabrakan.
Buktinya, setelah dianggap sukses usai terpasang di sebuah sedan pada tahun 1987, airbag terus ditawarkan sebagai perangkat keselamatan di mobil-mobil generasi selanjutnya.
Hal tersebut pun berlangsung hingga saat ini, termasuk Toyota di Indonesia yang bahkan memakaikannya di semua model mobilnya, dari yang premium hingga yang berharga terjangkau, low cost green car (LCGC).
Meledak lalu menahan
Bicara proses kerjanya, airbag pada dasarnya mengandalkan tiga benda, yakni kantong atau airbag itu sendiri, lalu inflator atau peletup, dan juga sensor pembaca impak atau benturan.
Khusus untuk inflator atau peletup, bagian ini sudah mencakup zat sodium azide (NaN3) dan potassium nitrate (KNO3) di dalamnya. Jika bercampur, reaksi kedua zat tersebut akan menciptakan nitrogen.
Seperti penjelasan yang disampaikan Auto.howstuffworks.com, ketika tabrakan terjadi, maka sensor akan memberi tahu electronic control unit (ECU) di dalam mobil apakah tumbukan itu patut membuat airbag untuk bekerja.
Jika iya, maka inflator atau peletup tadilah yang akan memulai proses awal berupa ledakan hasil reaksi antara sodium azide dan potassium nitrate menjadi nitrogen. Keberadaan nitrogen bertujuan untuk mengembangkan kantong udara.
Setelah itu, tentu saja kantong udara yang mengembung akan menahan kepala pengemudi dan penumpang, tetapi kemudian langsung mengempis karena bagian belakang kantong itu sendiri berlubang.
Semua proses di atas berlangsung hanya dalam hitungan milidetik, dan pada akhirnya menyelamatkan banyak nyawa.
"Dari tahun 1987 hingga 2012, airbag bagian depan telah menyelamatkan 39.976 nyawa. Ibaratnya, jumlah itu setara orang-orang yang memenuhi satu stadion," tulis lembaga keselamatan lalu lintas Amerika Serikat, National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), dalam situsnya di halaman khusus airbag.
Tentu saja, NHTSA bicara soal jumlah keselamatan di Amerika Serikat. Artinya, masih banyak yang terselamatkan lagi berkat peran airbag di dalam mobil, entah itu di Eropa, Australia, Afrika, maupun Asia, seperti halnya di Indonesia.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/09/29/081500015/setidaknya-sudah-satu-stadion-orang-selamat-gara-gara-airbag