Bandung, KompasOtomotif - Rencana pemerintah mengonversi mobil yang sudah digunakan dari konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke gas, bersebrangan dengan sudut pandang Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Pasalnya, rencana itu bertolak belakang dengan sudut pandang produsen.
Noegardjito, Sekertaris Umum Gaikindo menjelaskan, mengubah mobil konvensional bermesin bensin hingga bisa beralih mengonsumsi gas (retrofit) tidak bisa dilakukan. "Ubahannya bukan sekedar memasang alat konversi (converter kit), tapi harus melakukan modifikasi menyeluruh," jelas Noegardjito di Bandung, Jumat (22/8/2014).
Bagi agen tunggal pemegang merek (ATPM), standardisasi ubahan komponen penunjang wajib dilakukan ketika mau menjadikan mobil bensin bisa mengonsumsi gas. Setidaknya ada empat rangkaian komponen utama yang perlu disesuaikan, selain penambahan alat konversi dan tabung penampung gas.
Mesin
Pertama, mesin. Ubahan terkonsentrasi pada bagian ruang bakar, memperkuat lapisan baja yang digunakan untuk mengonsumsi gas. Pasalnya, gas berbeda dengan bensin yang tidak menghasilkan efek pelumasan. Selain itu busi juga harus disesuaikan sehingga bisa memaksimalkan pengapian pada proses pembakaran.
Kedua, sasis. Fokusnya ada pada sektor kaki-kaki, menyesuaikan kekuatan suspensi dari kondisi normal. Wajib bisa mengompensasi bobot tambahan dari tabung gas yang dipasang di kendaraan. Selain itu, rem juga perlu penyesuaian ulang karena bobot bertambah.
Ketiga, bodi. Penambahan komponen berupa kabel bahan bakar, dudukan tabung gas, dudukan untuk kabel, sampai corong pengisian tabung wajib diciptakan.
Keempat, Engine Control Unit (ECU). Komponen ini mungkin ukurannya paling kecil, tapi paling mahal dan perlu diprogram ulang. Berfungsi sebagai otak mobil, ECU perlu berfikir bagaimana cara paling efektif mengalirkan gas ke ruang bakar hingga peralihan dari bahan bakar minyak, sehingga tidak timbul kelainan.
"Retrofit pasti menambah biaya lagi, lantas siapa yang harus menanggung? Kalau konsumen, dengan daya beli yang lagi melemah seperti ini, sulit dilakukan," beber Noegardjito.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.