JAKARTA, KOMPAS.com - Walau harga mobil asal Eropa biasanya lebih mahal, depresiasi atau pengurangan nilai suatu aset akibat usia atau durasi pemakaian lebih besar ketimbang merek Jepang.
Louis Hansen, Marketing Autobahn.id, showroom mobil bekas di BSD City, Tangerang, mengatakan, depresiasi beberapa mobil Eropa bahkan bisa menyentuh 20 persen, pada tahun pertama kepemilikan.
Baca juga: Karakter Orang Beli Mobil Bekas buat Mudik, Ganti yang Lebih Besar
Namun, Louis mengatakan tidak semua model mengalami penurunan harga drastis. Biasanya mobil Eropa yang harga bekasnya jatuh ialah mobil yang kurang laris di pasaran.
"Mobil Eropa bisa (turun) sampai 20 persen di tahun pertama. Model seperti itu pasarnya tidak banyak, seperti BMW X4 dan X6 tidak terlalu banyak peminat tidak seperti X1, X3 dan X5," ujar Louis kepada Kompas.com di Tangerang, beberapa waktu lalu.
Louis mengatakan, depresiasi mobil Eropa memang lebih besar ketimbang merek mobil lain asal Jepang, atau Korea Selatan. Bahkan jika dilihat dari angka bisa turun Rp 200 juta di tahun pertama.
"Per tahun bisa Rp 200 juta, seperti BMW X5, barunya Rp 1,8 miliar waktu tahun 2021, saat ini (2024) kami jual bisa Rp 1,3 miliar," ujar Louis.
Baca juga: Grup Astra Lebur 3 Bisnis Mobil Bekas, Berubah Jadi OLXmobbi
Tetapi, bukan berarti depresiasi mobil Jepang kecil. Louis berpendapat mobil Jepang yang harganya bertahan adalah model yang laris sedangkan yang kurang laris sulit dijual.
"Kalau mobil Jepang lebih kecil tapi tergantung model lagi sih. Misalkan seperti (Toyota) Fortuner dan (Mitsubishi) Pajero Sport mungkin agak bertahan, seperti Avanza juga bertahan," katanya.
"Cuma untuk tipe tertentu yang agak susah seperti Toyota CH-R itu kan sulit, mau dijual berapa dengan model seperti itu pasarnya tidak banyak," ujar Louis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.