JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu aturan perihal konversi motor listrik, yaitu pemilik mesin rela mesin asli bawaan motor dihancurkan atau scrapping jika ingin melakukan konversi dari mesin konvesional ke listrik.
Baca juga: Adu Ganteng, Kia EV6 GT-Line Vs Hyundai Ioniq 5
Ditemui di acara Vehicle Safety Course 2023/006 belum lama ini, Kasubdit Manajemen Keselamatan Direktorat Sarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan, Heri Prabowo mengatakan, hal itu dilakukan untuk identitas.
"Konversi kan begini, kalau nanti dalam hitung-hitungan data harusnya klop, yang dikonversi ada 10 (motor) harusnya ada 10 hilang ada 10 baru muncul baru. Jangan sampai terjadi ada 10 masuk tapi yang muncul 20 (motor)," kata Heri belum lama ini.
Hal ini penting sebab motor hasil konversi harus dihomologasi lagi. Dari hasil homologasi tersebut akan keluar Sertifikat Uji Tipe (SUT) yang nanti digunakan untuk mendapatkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) baru.
Heri mengatakan penghancuran mesin lama sebetulnya perlu dilakukan sebab berhubungan dengan legalitas di jalan. Jika ada motor lain yang memakai mesin lama artinya motor tersebut ilegal karena tidak sesuai surat.
"Nah mesinnya dipakai siapa ini. Meskipun agak aneh juga buat saya mesinnya itu dipakai buat apa dan ditaruh di mana apakah sepeda kan tidak mungkin juga," kata Heri.
Baca juga: Desain Puitik Glenn Hartanto di Republik Mauritius
Namun bicara soal penghancuran mesin, Heri mengatakan Indonesia juga belum punya institusi khusus. Selama ini kendaraan rongsok baik mobil dan motor lari ke pedagang besi tua.
"Belum ada. Di kita scrapping itu belum ada institusi khususnya. Misalnya di kita nih, kita punya motor yang memang tidak bisa jalan mau di scrap di mana paling kita buang saja atau taruh di pinggir jalan nanti hilang sendiri," kata dia.
"Saya tidak tahu ya bisnis itu kalau menguntungkan pasti akan muncul ya. Kita scrapping sudah dilakukan orang (bisnis) besi tua itu scrapping," ujar Heri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.