JAKARTA, KOMPAS.com - Mengantuk dan kelelahan merupakan dua kondisi paling berbahaya saat berkendara. Tidak jarang alasan tersebut mencuat apabila terjadi suatu kecelakaan.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubu mengatakan, berkendara dalam keadaan mengantuk dan kelelahan sama bahayanya dengan berkendara dalam kondisi mabuk.
"Sebab, otak terlambat memberikan tanggapan akan tangkapan indera kita. Ketika dalam kondisi berkendara, tidak fokus selama beberapa detik saja bisa berakibat fatal," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Baca juga: Cara Rawat Jas Hujan, Jangan Langsung Disimpan di Bawah Jok
Menurut Jusri, kejadian yang sering dialami para pengemudi di jalan adalah gejala microsleep, yakni kondisi ketika tubuh beristiahat sejenak.
"Tertidur hanya sesaat, mungkin sekitar 1 detik sampai 30 detik. Ini berbahaya, khususnya ketika terjadi saat mengendarai mobil atau motor," kata dia.
"Kalau memang dari awal merasa masih mengantuk atau lelah, sebaiknya gunakan transportasi lain atau segera berhenti di tempat aman," ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Konsultan Utama di Snoring & Sleep Disorder Clinic Pondok Indah, Dr Andreas Prasadja, RPSGT menyatakan bahwa gejala microsleep terjadi karena tubuh merasa terlalu lelah atau mengantuk, serta kurang istirahat dan cairan.
"Dulu penelitian terkait ini dilakukan di kalangan mahasiswa. Responden diminta untuk menekan tombol saat lampu menyala. Orang yang cukup tidur akan memiliki konsentrasi tinggi dalam memencet tombol. Namun, lain halnya dengan orang yang mengantuk atau kurang tidur,” katanya.
Secara sains, microsleep disebabkan oleh otak yang tidak dapat bertahan di antara rasa lelah dan kondisi terjaga. Namun, tak semua bagian otak tertidur.
“Jika kejadiannya begini: lagi menyetir, terus tiba-tiba bertanya sendiri, ‘Kok sudah sampai sini ya?’ Nah, itu artinya separuh otak sudah tertidur. Kita berkendara by instinct,” tutur Dr Andreas.
Adapun gejala paling umum dari microsleep, lanjut dia, adalah menguap dan mata berair. "Solusi untuk mengobatinya satu, tidur," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.