Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perluasan Ganjil Genap Belum Mampu Perbaiki Udara Jakarta

Kompas.com - 16/10/2019, 08:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), menyatakan, perluasan aturan pembatasan mobil berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap yang diberlakukan sejak 9 September 2019, belum signifikan memperbaiki kualitas udara DKI Jakarta.

Bila dihitung dari kontributor polutan yang dikeluarkan kendaraan bermotor di wilayah Jakarta per hari, mobil pribadi (tidak termasuk taksi) hanya menyumbang sekitar 16 persen, dari total 19.350 ton polutan.

"Jika diambil rata-rata pengurangan volume mobil karena ada pembatasan ganjil genap, dalam kondisi optimal pengurangan polutannya itu maksimal hanya 25 persen. Namun saat ini, saya rasa masih di bawah itu," kata Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin atau Puput saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Baca juga: Sebulan Perluasan Ganjil Genap, Kualitas Udara Jakarta Diklaim Membaik

Para pelanggar jalur ganjil genap di Jalan Gunung Sahari, Pademangan, Jakarta Utara yang terkena sanksi tilang, Selasa (10/9/2019)KOMPAS.COM/JIMMY RAMADHAN AZHARI Para pelanggar jalur ganjil genap di Jalan Gunung Sahari, Pademangan, Jakarta Utara yang terkena sanksi tilang, Selasa (10/9/2019)

"Memang ada pengurangan, tapi tidak signifikan. Ini juga belum dihitung kembali untuk pertambahan volume sepeda motor karena pengguna mobil mungkin ada yang beralih ke sana untuk mengatasi ganjil genap," ujarnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data hasil kajian KPBB, kendaraan bermotor tiap harinya menyumbang polutan sebesar 19.350 ton. Kontributor terbesar ialah motor, mencapai 44,53 persen, diikuti bus kota (21 persen), truk (18 persen), kendaraan penumpang atau mobil (16 persen), dan lain-lain.

Baca juga: Kebal Aturan Ganjil Genap, Mobil Listrik Tidak Diberi Tanda Khusus

Penumpang berjalan di jembatan penyeberangan usai sampai di Halte Dukuh Atas, Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2013). Pembenahan sarana angkutan umum mendesak dilakukan untuk mencegah lalu lintas Jakarta macet total.KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Penumpang berjalan di jembatan penyeberangan usai sampai di Halte Dukuh Atas, Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2013). Pembenahan sarana angkutan umum mendesak dilakukan untuk mencegah lalu lintas Jakarta macet total.

Pada kesempatan terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih juga menyatakan bahwa dampak perluasan ganjil genap saat ini mulai terasa. Yakni, membaiknya kualitas udara Jakarta.

Perbaikan kualitas udara ini diukur dari menurunnya konsentrasi polutan jenis PM 2,5 berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup. Pemantauan dilakukan di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) Bundaran Hotel Indonesia, Kelapa Gading, dan di Jalan Suryopranoto.

"Evaluasi kami di beberapa titik yang Kami pantau, pengurangan tingkat kekotorannya itu bisa sampai 20 persen diukur dari PM 2,5-nya. Ada yang 20 persen, ada yang 11 persen," kata Andono.

Seorang petugas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan uji emisi kendaraan dinas saat peluncuran aplikasi e-Uji Emisi di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (13/8/2019). Pemprov DKI Jakarta meluncurkan aplikasi e-Uji Emisi untuk mempermudah masyarakat melakukan uji emisi kendaraan.ANTARA FOTO/ADNAN NANDA Seorang petugas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan uji emisi kendaraan dinas saat peluncuran aplikasi e-Uji Emisi di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (13/8/2019). Pemprov DKI Jakarta meluncurkan aplikasi e-Uji Emisi untuk mempermudah masyarakat melakukan uji emisi kendaraan.

Anjuran Perbaikan Kualitas Udara DKI Jakarta

Demi menekan polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor, KPBB berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tegas dan bergerak cepat. Salah satu yang bisa dilakukan selain menerapkan pembatasan volume kendaraan, ialah mengadakan razia emisi kendaraan bermotor.

"Kami apresiasi langkah perluasan ganjil genap ini, tapi sebagaimana saran dari KPBB, demi memperbaiki kualitas udara di Jakarta ada 4 aspek yang harus diperhatikan. Tidak bisa mengandalkan satu saja," kata Puput.

"Yaitu dari segi bahan bakar minyak (BBM), teknologi kendaraan seperti Euro 4, tata kota, serta perketat standar emisi. Melihat kemampuan kita saat ini, saya rasa hal tersebut tidak sulit," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau