JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus mendorong rencana percepatan kendaraan listrik di Indonesia. Salah satunya dibuktikan dengan peresmian peletakan batu pertama pembangunan industri bahan baku baterai lithium PT QMB New Energy di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartanto, menyampaikan dengan dibangunnya PT QMB New Energy maka turut mendukung roadmap industri otomotif nasional, yaitu 20 persen industri otomotif berbasis elektrik pada 2025 mendatang.
"Salah satu kunci sukses pemgembangan kendaraan listrik adalah teknologi baterai dan powertrain elektrik motornya," ucap Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto dari siaran resminya, Jumat (11/1/2019).
Baca juga: Pembangunan Pabrik Baterai Morowali Dimulai Sebulan Lagi
Proses pembanguann industri ditandai dengan penandatanganan prasasti yang dilakukan oleh Menperin dan Menteri Koordinator Bidan Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. PT QMB New Energy Materials sendiri merupakan kerja sama antara perusahaan Tiongkok, Indonesia, dan Jepang yang terdiri dari GEM Co.,Ltd., Brunp Recycling Technology Co.,Ltd., Tsingshan, PT IMIP, dan Hanwa dengan total investasi yang mencapai USD 700 juta.
Menurut Airlangga, bila proyek pembangunan pabrik yang akan memproduksi material energi baru dari nikel laterit ini dapat memenuhi kebutuhan bahan baku baterai lithium generasi kedua. Melalui proyek smelter berbasis teknologi hydrometalurgi tersebut, Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam pengembangan industri baterai kendaraan listrik.
Baca juga: Pabrik Baterai di Morowali Gandeng Investor China dan Jepang
Tidak hanya untuk kebutuhan domestik saja, nantinya produksi yang dilakukan oleh PT QMB New Energy Materials juga akan menyasar untuk pasar ekspor. Kondisi tersebut diklaim Airlangga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggenjot eskpor yang memerlukan peningkatan investasi.
Pabrik baterai tersebut akan dikembangkan dengan lahan seluas 120 hektare. PT. QMB New Energy Materials memiliki kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4000 ton, yang akan memproduksi di antaranya 50.000 ton produk intermedit nikel hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat mangan.
"Jadi, kita tidak mau lagi ekspor raw material, sehingga ada peningkatan nilai tambah. Ini menjadi suatu kemajuan yang luar biasa. Apalagi pabrik ini menggunakan teknologi canggih," ucap Luhut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.