Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saran Pengamat Transportasi soal Kecelakaan Bus di Cikidang

Kompas.com - 10/09/2018, 16:42 WIB
Stanly Ravel,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi


 JAKARTA, KOMPAS.com - Sarana transportasi, khususnya bus kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan maut yang melibatkan dua bus masuk ke dalam jurang di Kawasan Cikidang, Sukabumi, Sabtu (8/9/2018) lalu. Diketahui, salah satu dari kedua bus tersebut sedang menggangkut 39 karyawan PT Catur Putra Group (CPG) Bogor yang merupakan jaringan diler Honda motor di Jawa Barat.

Akibat dari insiden yang menimpa dua bus tersebut, dikabarkan 21 orang tewas dan belasan lainnya mengalami luka-luka. Dari hasil pemeriksaan, ternyata diketahui bus pariwisata yang digunakan rombongan karyawan Honda tersebut sudah tidak melakukan pengujian kendaraan atau KIR sejak 2016 lalu, bahkan menurut keterangan polisi saat kejadian bus tersebut dikendarai oleh kernet, bukan sopir utamanya.

Menangapi hal ini, Darmaningtyas selaku pengamat transportasi dan Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), memberikan beberapa saran dan masukan bagi Kementerian Perhubungan untuk melakukan perbaikan terutama dalma sistem pegawasan terhadap moda transportasi bus pariwisata.

Baca juga: Sering Kecelakaan Bus, Ada Apa dengan Puncak?

"Insiden kecelakaan terhadap bus pariwisata sudah banyak, dan rata-rata selalu terungkap dengan ketidakberesan surat-surat maupun kondisi dari busnya sendiri. Kondisi ini harus disikapi dengan cepat melalui perbaikan sistem oleh Kemenhub," ucap Darma kepada Kompas.com, Senin (10/9/2018).

Sejumlah warga melihat sebuah bus berpenumpang wisatawan yang masuk jurang di Tanjakan Letter S, Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018). Data Polres Sukabumi menyebutkan kecelakaan lalu lintas tunggal ini mengakibatkan 21 orang tewas dan 17 luka-luka berat dan ringan.AFP PHOTO/STR Sejumlah warga melihat sebuah bus berpenumpang wisatawan yang masuk jurang di Tanjakan Letter S, Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018). Data Polres Sukabumi menyebutkan kecelakaan lalu lintas tunggal ini mengakibatkan 21 orang tewas dan 17 luka-luka berat dan ringan.

Menurut Darma, untuk contoh kecelakaan bus wisata yang tidak memiliki izin resmi contohnya seperti Bus HS yang kecelakaan di Puncak pada 2017 kemarin. Selain itu juga ada kecelakaan yang menimpa Bus Solaris Jaya di Karanganyar, dan belum terlalu lama ini yang terjadi di Simpang Emen, Jawa Barat, yang setelah diselidiki ternyata kondisinya memang sudah rusak saat digunakan.

Untuk itu, Darman memberikan lima saran terkait perbaikan, yakni ;

1. Pembuatan data base hasil verifikasi seluruh perizinan dan surat-surat lainnya untuk bus wisata dan AKAP secara online dan real time. Usia kendaraan mereka juga dibuatkan data base secara online. Sekiranya usia kendaraan sudah melebihi batas maksimal, toleransi yang diberikan untuk peremajaan mereka waktu ? Semuanya itu dibuat online dan real time. Perlu ada petugas khusus yang diberi mandat untuk memantau perkembangan per harinya.

2. Membuat data base secara online dan real time tentang jadwal bus wisata dan AKAP melakukan uji KIR, jadi sewaktu-waktu Kemenhub dapat melihat bus mana saja yang saatnya sudah melakukan uji KIR tapi belum melakukannya. Yang sudah jadwalnya tapi belum melakukan langsung ditegur. Jika masih bandel umumkan ke media agar masyarakat tahu dan tidak mau menggunakan bus tersebut. Perlu ada petugas khusus yang memantau data base tersebut tiap hari dan tiap minggu dilaporkan ke Dirjen terkait.

Baca juga: Cerita Lengkap Bus Masuk Jurang di Sukabumi yang Tewaskan 21 Orang

3. Memanfaatkan Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) di Cibitung. Menurut Darma, tempat tersebut sudah cukup representative, tidak hanya untuk uji tipe saja, tapi dapat dikembangkan untuk uji KIR secara nasional. Lahan yang luas juga memungkinkan untuk dikembangkan menjadi lebih besar. Oleh karena itu, untuk menjamin uji KIR itu betul atau tidak, dapat memanfaatkan balai tersebut dan sekaligus menjadi PNBP Ditjen Hubdar yang besar, meskipun kita sadari bahwa filosofi uji KIR adalah pelayanan keselamatan, tapi tidak mungkin gratis sehingga bisa menjadi sumber PNBP.

Tampak antrean kendaraan di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat, Minggu (11/2/2018). Kendaraan ini menunggu dibukanya jalan yang tengah dilakukan penutupan sementara lantaran sedang dilakukan olah TKP oleh pihak kepolisian untuk mengetahui penyebab kecelakaan bis yang menewaskan 27 orang di jalur rawan tersebut. KOMPAS.com/AGIE PERMADI Tampak antrean kendaraan di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat, Minggu (11/2/2018). Kendaraan ini menunggu dibukanya jalan yang tengah dilakukan penutupan sementara lantaran sedang dilakukan olah TKP oleh pihak kepolisian untuk mengetahui penyebab kecelakaan bis yang menewaskan 27 orang di jalur rawan tersebut.

4. Pada jalan-jalan nasional yang mengalami black spot, sebaiknya Kemenhub pasang rambu. Darman menyarankan, untuk jalan alternative Bogor – Pelabuhanratu agar dipasang rambu “Kendaraan bus dan truk dilarang melintas”. Dengan adanya rambu larangan, polisi dapat menindak yang melanggar, tapi kalau cuma dihimbau tidak lewat sana, banyak pengemudi yang coba-coba.

5. Melakukan pengawasan yang ketat terhadap bus-bus wisata dan AKAP yang di daerah dapat mengoptimalkan keberadaan BPTD, sekaligus memberikan peran yang lebih besar pada BPTD.

"Saatnya teman-teman di BPTD menyadari bahwa mereka adalah mata kaki Kemenhub di daerah, maka pengawasan dan kontrol terhadap keberadaan angkutan wisata dan AKAP di daerah menjadi bagian tanggung jawab mereka," ujar Darma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau