JAKARTA, KOMPAS.com – Kembali terulang kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata bus pariwisata Tirto Agung bernomor polisi S 7607 UW dan truk pengangkut pakan ternak bernomor polisi S 9126 UU di Km 77 jalan Tol Pandaan-Malang di Malang, Jawa Timur, Senin (23/12/2024).
Akibat insiden tersebut, sebanyak empat orang meninggal dunia. Hal ini menunjukkan masih buruknya penyelenggaraan angkutan logsitik yang berujung pada kecelakaan yang kerap terjadi.
“Rangkaian kecelakaan yang melibatkan truk akibat rendahnya kompetensi para pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat terus terjadi,” ujar Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi dan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, dalam keterangan resmi (25/12/2024).
Baca juga: Mengapa PO Sinar Jaya Larang Saling Mendahului Antar Bus?
“Seolah tidak belajar dari berbagai insiden sebelumnya, kejadian-kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola serta kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” kata dia.
Selain persoalan kelebihan muatan, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (2024) juga mencatat masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.
Truk besar berperan penting dalam logistik guna mengangkut barang lebih efisien. Namun, ukuran yang besar kerap menjadi bumerang dalam operasionalnya jika tidak dikendalikan oleh pengemudi yang andal dan perawatan kendaraan yang rutin.
Baca juga: Ratusan Kendaraan Rusak Akibat Cairan Kimia Tumpah, Biaya Perbaikan Bisa Jutaan
Djoko yang juga menjabat Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini menilai bahwa untuk menyelenggarakan perawatan rutin angkutan barang memerlukan biaya yang tinggi.
Selain itu, untuk mendapat pengemudi angkutan barang yang andal perlu upah yang standar demi kesejahteraannya.
“Biaya perawatan minim dampak dari liberalisasi angkutan barang,” kata Djoko.
Baca juga: Kawasaki Luncurkan KLX 230 Sherpa, Harga Rp 65 Jutaan
Dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, telah ditentukan bahwa tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
“Liberalisasi angkutan barang yang semua diserahkan ke mekanisme pasar perlu ditinjau ulang. Di negara maju mekanisme pasar berjalan namun masih ada norma-norma batasan,” ucap Djoko.
Seperti aturan teknis keselamatan kendaraan, regulasi pengemudi dan lain-lain yang dijalankan secara ketat. Menurutnya, liberalisasai hanya pada pengenaan tarif dengan tetap memenuhi standar.
Baca juga: Jangan Siram Cakram Motor dengan Air, Bisa Bengkok
“Di Indonesia, liberalisasi di sisi tarif, sementara standar keselamatan dan norma-norma lainnya diabaikan demi kata efisiensi pergerakan biaya,” ujar Djoko.
“Hal ini tidak bisa dibiarkan seperti ini, pasti aspek keselamatan yang dikorbankan dan kecelakaan yang sama akan berulang,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.