TANGERANG, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) masih mengupayakan kehadiran insentif khusus untuk kendaraan hybrid, sebagai bagian dari upaya mendorong transisi ke kendaraan ramah lingkungan.
Info ini diungkapkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, menjelaskan bahwa insentif kendaraan hybrid adalah salah satu program yang telah diusulkan dan akan segera dibahas pemerintah.
"Insentif untuk hybrid juga salah satu yang kita usulkan dan dalam waktu dekat akan dibahas. Nanti dikoordinasikan bersama Kementerian Perekonomian," katanya di ICE BSD, Tangerang, Jumat (22/11/2024).
"Sudah kami siapkan, bukan hanya untuk EV tetapi juga untuk hybrid," ucap dia, menambahkan.
Baca juga: Toyota Pamerkan Sedan Hybrid Crown HEV di GJAW 2024
Meski belum merinci secara lengkap mengenai bentuk insentif yang akan diberikan, ia menyatakan bahwa insentif untuk kendaraan hybrid akan melibatkan skema perpajakan yang bertujuan untuk meringankan beban konsumen dan produsen.
Bentuk insentif tersebut diharapkan dapat mengurangi biaya yang harus ditanggung konsumen dalam membeli kendaraan hybrid, yang saat ini masih relatif mahal.
Pemerintah juga tengah mengkaji besaran insentif yang akan diberikan, termasuk apakah akan melanjutkan kebijakan insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai yang berakhir tahun ini.
"Kita upayakan untuk lanjutkan insentif ini, termasuk untuk hybrid, dan besaran insentif masih dalam pembahasan," kata Agus.
"Industri otomotif memiliki sistem yang kompleks dan besar, serta melibatkan banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, sektor ini perlu mendapat perhatian, " ucap dia.
Baca juga: Klarifikasi Status Penjualan Toyota Prius PHEV oleh Blue Bird
Agus menargetkan agar program insentif kendaraan hybrid dapat diluncurkan secara efektif pada tahun depan, dengan persiapan konsep yang diharapkan selesai tahun ini.
Sebelumnya, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi menyebut insentif mobil hybrid tidak diputuskan karena pemerintah telah menetapkan prioritas untuk mendorong transisi langsung ke kendaraan listrik berbasis baterai.
Kepastian ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 yang merevisi PP Nomor 73 Tahun 2019 yang mengatur pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil rendah emisi.
"Awalnya pemerintah sepakat untuk menyamakan tarif PPnBM antara mobil BEV dengan hybrid, dalam hal ini Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yaitu sama-sama nol persen," kata Rustam.
"Namun itu tidak mendorong percepatan BEV sebagaimana amanat Perpres 79/2023 sementara kita sadari tren global mengarah ke BEV. Sehingga pada waktu itu disepakati antar kementerian bahwa memang perlu ada gap antara BEV dengan hybrid," ucap dia, melanjutkan.
Baca juga: Kemenperin Siapkan Insentif Sektor Otomotif, Ditargetkan Berlaku 2025
Melalui kebijakan dimaksud, mobil PHEV dikenakan tarif PPnBM mulai dari 5 persen tergantung dengan besaran mesin dan emisi.
"Sebenarnya mobil hybrid sudah mendapatkan insentif dengan PPnBM lebih rendah dari mobil ICE. Jadi kalau ini (insentif yang sama) diberikan ke mobil hybrid, kita jadi kembali lagi. Kita mau dorong yang mana nih?," ucap Rustam.
Oleh sebab itu, ia menyarankan supaya ada skema atau cara baru supaya mobil hybrid bisa mendapatkan insentif lebih. Misalnya, membuat kendaraan berjenis Low Cost Green Car (LCGC) yang terkena PPnBM 3 persen jadi hybrid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.