"Manusia kan seeing is believing (melihat adalah mempercayai) ya, jadi kalau lihat ada yang pakai duluan, baru mau pakai," kata Nizhar dalam workshop bertajuk Indonesai-South Korea Green Partnership: Strategic Pathways in the EV Industry, yang diselenggarakan oleh The Korea Foundation dan Foreig Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta beberapa waktu lalu.
Agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali 2022 lalu menjadi salah satu ajang "eksibisi" bagi pemerintah untuk menyontohkan penggunaan kendaraan listrik ke masyarakat.
Saat itu, sedikitnya ada 962 unit kendaraan listrik yang ramah lingkungan, yang didukung oleh beberapa produsen, yakni Hyundai, Toyota, dan Wuling.
Tantangan lain menurut Nizhar adalah, masyarakat Indonesia memiliki loyalitas terhadap suatu merek kendaraan dari negara tertentu. Sehingga, mereka memilih untuk menunggu.
"Berdasarkan survey, banyak konsumen yang masih menunggu EV dari Jepang," kata Nizhar.
Saat ini, mobil listrik pabrikan Jepang relatif masih sedikit di Indonesia. Salah satu produsen asal Jepang yang sudah merilis mobil listriknya di Indonesia adalah Toyota. Beberapa mobil listrik Toyota yang sudah dijual di Indonesia di antaranya Toyota bZ4X, Lexus RZ, dan Nissan Leaf.
Untuk membangun ekosistem EV, Hendry mengatakan Hyundai membangun value chain lebih dulu.
"Sekarang produksi sudah kita pegang, battery production kita pegang. Karena pabrik kita di sini, jadi spare part dan purna jual kita harapkan bisa lebih cepat," kata Hendry.
Kendati demikian, ada beberapa hal yang saat ini menjadi kendala. Salah satunya soal regulasi minimal penanaman modal asing sebesar Rp 10 miliar untuk pembangunan SPKLU.
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusahaan Berbasis Risiko. Menurut Hendry, ongkos pembangunan SPKLU tidak akan sampai Rp 10 miliar.
"Padahal, untuk membangun SPKLU, mungkin cuma butuh Rp 3 miliar - Rp 4 miliar cukup lah ya. Itu enggak akan mungkin sampai Rp 10 miliar," jelas Hendry.
"Nah, itu yang sedang kita coba diskusikan dengan beberapa pihak. Bagaimana caranya bisa menderegulasi ini, supaya semua orang, enggak cuma produsen atau pemerintah, tapi swasta juga bisa berlomba-lomba ngasih akses EV charging station yang mudah ke konsumen, mungkin itu solusi yang praktis," imbuh Hendry.
Artikel ini ditulis oleh jurnalis Kompas.com, Wahyunanda Kusuma Pertiwi, sebagai peserta Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea 2024, yaitu program fellowship kerja sama Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.