Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Tantangan, ESDM Akui Implementasi E5 Meleset dari Target

Kompas.com - 25/07/2024, 13:21 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengakui implementasi program bahan bakar campuran bioetanol 5 persen pada bensin atau E5 meleset dari target yang ditetapkan.

Seharusnya, sesuai dengan peta jalan pengembangan bioetanol, penerapan E5 sudah dimulai pada 2020. Penerapannya terus dikembangkan hingga pada tahun 2025 mencapai pencampuran bioetanol 20 persen.

“Kalau kita mengacu kepada roadmap, E5 itu sudah harusnya berjalan sejak 2020,” kata Eniya dalam diskusi Gaikindo International Automotive Conference atau GIAC di ICE BSD, Tangerang pada Rabu (24/7/2024).

Baca juga: Pemerintah Upayakan Pengembangan Mobil Hybrid Berbahan Bakar Nabati

Pabrik bioetanol dari ampas tebu di komplek Pabrik Gula Gempolkerep Mojokerto. KOMPAS.com/Achmad Faizal Pabrik bioetanol dari ampas tebu di komplek Pabrik Gula Gempolkerep Mojokerto.

“Sudah 4 tahun tadi saya bilang dari sini peraturan menteri yang terakhir itu 2015. Bahkan di 2025 seharusnya kita sudah 20 persen. Ini 1 persen pun belum jalan,” ucapnya.

Sesuai mandatori yang terdapat dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2015, penerapan mandatori E5 untuk public service obligation (PSO) dan E10 untuk non-PSO ditargetkan dimulai pada 2020.

Namun, hingga saat ini, penerapan E5 masih dalam tahap uji coba pasar untuk non-PSO sehingga dapat dipastikan target penerapan bioetanol 20 persen (E20) pada 2025 tidak akan tercapai.

Eniya menjelaskan, kondisi tersebut karena Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya terkait masalah keterbatasan bahan baku dan variasi bahan baku untuk memproduksi bioetanol, tinggi dan fluktuatifnya harga bahan baku.

Baca juga: Toyota Harap Insentif Mobil Hybrid Jadi Terlaksana

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, memuji akselerasi Zenix Hybrid bioetanol di GIIAS 2024KFoto: Kompas.com/Ruly Kurniawan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, memuji akselerasi Zenix Hybrid bioetanol di GIIAS 2024K

Hingga tidak adanya mekanisme insentif untuk menutupi selisih harga indeks pasar dari bioetanol dengan bensin.

Sehingga dibuat Roadmap Pentahapan Bioetanol (Non-PSO) Berdasarkan usulan roadmap pentahapan bioetanol (non-PSO) terbaru, implementasi bioetanol 5 persen atau E5 akan dimulai pada 2024 sampai dengan 2028. Lalu, mulai 2029 hingga 2035, akan diimplementasikan bioetanol 10 persen (E10).

“Saat kita menerapkan bioetanol sesuai roadmap 5 persen. 10 persen kita mulai di 2029,” ucap Eniya.

Kendati sudah disesuaikan, ia masih menganggap penerapan bioethanol 10 persen masih berat. Sebab sampai saat ini industri dalam negeri hanya mampu memproduksi bioetanol sebanyak 40.000 kiloliter (kl).

Hal tersebut tidak terlepas dari minimnya produsen etanol yang dapat memproduksi etanol sesuai dengan kriteria untuk diolah menjadi bahan bakar atau etanol fuel grade. Dari 13 produsen etanol di Indonesia, baru dua produsen saja yang memenuhi kriteria fuel grade.

Baca juga: Persaingan Makin Ketat, Alasan Kona Electric Dijual Rp 500 Jutaan

Sebagai informasi, untuk mendukung produksi bioetanol, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

Aturan ini kemudian dielaborasi melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 418 Tahun 2023 tentang Peta Jalan (Road Map) Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera, mengatakan target pada tahun 2030 produktivitas tebu mencapai 93 ton/ha dengan perluasan luas lahan 700.000 hektar dan rendemen 11,2 persen, hingga produksi bioetanol 1,2 juta kiloliter per-tahun.

"Penyediaan lahan perkebunan tebu untuk mendukung swasembada gula baik yang berasal dari kawasan hutan dan non kawasan hutan sesuai amanat Perpres 40/2023," ujarnya.

"Dibutuhkan juga dukungan semua pihak untuk percepatan perluasan tambahan lahan 700.000 ha, termasuk lahan yang ditargetkan PTPN III holding seluas 179.000 ha. Potensi lahan di Pulau Jawa sebesar 67.000 ha dan potensi lahan keseluruhan 1,7 juta ha," ucap Dida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau