SHINAGAWA, KOMPAS.com - Pasar otomotif di Jepang merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Selain itu, Jepang juga merupakan negara produsen otomotif kelas dunia, seperti Toyota, Honda, Suzuki, dan Mitsubishi.
Menariknya, meski pasar otomotif global terus mendengungkan mobil listrik berbasis baterai sebagai masa depan, tapi penjualan battery electric vehicle (BEV) alias mobil listrik masih sepi peminat.
“Pada dasarnya orang Jepang itu bukan mau cari mobil yang realistis,” ucap Ei Mochizuki, General Manager Strategic Planning Departement PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) di Shinagawa, Selasa (24/10/2023).
Dalam lima tahun terakhir, porsi penjualan mobil hybrid terus meningkat di Jepang. Pada 2018, dari total penjualan mobil sekitar 4,4 juta unit, porsi hybrid hanya 33 persen. Nsmun, sepanjang 2022, dari total penjualan sekitar 3,4 juta unit, porsi mobil hybrid mencapai 44 persen.
Baca juga: Suzuki Jimny 4Style, Versi Premium dengan Tampilan Lebih Mewah
“Porsi mild hybrid lebih banyak di Jepang ketimbang strong hybrid. Masalahnya ada di diferensiasi harga,” kata Mochi, panggilan akrabnya.
Mochi mencontohkan, misalnya Suzuki Hustler di Jepang harganya sekitar Rp 150 jutaan. Untuk segmen konsumen ini, demi mendapatkan teknologi strong hybrid ada tambahan harga sekitar Rp 30 juta.
“Tentu ini berat. Tapi, kalau teknologi mild hybrid cuma perlu tambah Rp 10 juta, (konsumen) masih bisa terima,” kata Mochi.
Kondisi ini juga menguntungkan bagi Suzuki yang sudah memasarkan mobil dengan teknologi mild hybrid di Jepang sejak 2014. Menjadi yang pertama menawarkan produk kei car dengan teknologi mild hybrid membuat Suzuki lebih mudah diterima di pasar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.