Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaikindo Bingung Tentang Usulan Pengenaan Cukai Kendaraan Bermotor

Kompas.com - 21/02/2020, 18:51 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengaku masih bingung terhadap usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ingin menerapkan cukai untuk emisi kendaraan bermotor di tanah air.

Menurutnya, tujuan pemerintah untuk mengurangi tingkat polusi dari kendaraan berbahan bakar fosil atau yang menghasilkan emisi CO2 (karbon dioksida) adalah baik. Namun, aturan ini masih simpang siur.

"Ini kan masih wacana, tapi terus terang kami belum tahu. Apakah akan jadi regulasi alternatif mengingat pemerintah telah menerbitkan aturan harmonisasi PPnBM tahun lalu, atau merupakan penambahannya. Saya tidak tahu," kata Nangoi saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Jumat (21/2/2020).

"Semoga saja tidak (saling bentrokan). Namanya juga masih wacana, rencana, jadi masih banyak tahap yang harus dibahas," ujar Nangoi.

Baca juga: Sri Mulyani Usul Emisi Kendaraan Bermotor Kena Cukai

Ketua umum Gaikindo Yohannes Nangoi (kiri), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (tengah) dan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla saat meninjau acara Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang, Banten, Jumat (11/8/2017). GIIAS 2017 akan berlangsung hingga 20 Agustus 2017 KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOB Ketua umum Gaikindo Yohannes Nangoi (kiri), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (tengah) dan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla saat meninjau acara Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang, Banten, Jumat (11/8/2017). GIIAS 2017 akan berlangsung hingga 20 Agustus 2017

Adapun aturan harmonisasi skema Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor di Indonesia, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Peraturan ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober 2019 dan diundangkan satu hari setelahnya. Regulasi mulai efektif berlaku pada 16 Oktober 2021.

Berdasarkan regulasi PPnBM baru, pengenaan PPnBM tidak lagi berdasarkan pada bentuk bodi kendaraan, melainkan besaran emisi gas buang yang dihasilkan atau konsumsi bahan bakar.

"Nah, nanti ini pengenaan cukai untuk kendaraan bermotor cara penilaiannya seperti apa. Apakah sama saja dengan yang diterapkan pada skema PPnBM baru atau tidak yaitu, mengukur gram CO2 dan konsumsi bahan bakar," ucap Nangoi.

"Jadi saya rasa ini butuh pembahasan lebih mendalam lagi supaya tepat sasaran. Kami akan dukung," lanjutnya.

Baca juga: Pelaku Industri Otomotif Sambut Baik PPnBM untuk Mobil Listrik

Ilustrasi penjualan mobil. ISTIMEWA Ilustrasi penjualan mobil.

Sebelumya, Sri Mulyani menyebut bahwa tingkat polusi akibat CO2 yang dihasilkan kendaraan bermotor patut diberikan perhatian. Salah satu caranya, dengan mengenakan cukai.

Namun, tak semua kendaraan akan dikenakan aturan tersebut. Di antaranya, kendaraan yang tak menggunakan BBM atau kendaraan listrik, kendaraan umum, pemerintah, dan kendaraan kepemilikan khusus seperti damkar, ambulans, serta kendaraan untuk diekspor.

"Mekanisme pembayaran dilakukan sama seperti kantong plastik dan minuman berpemanis yaitu, saat keluar dari pabrik atau pelabuhan," katanya.

Jika usulan ini diterima, maka pemerintah berpotensi mendapatkan penerimaan cukai sebesar Rp 15,7 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com