Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumen Seharusnya Bisa Beli Motor “Off The Road”

Kompas.com - 10/01/2017, 15:22 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, Otomania - Ada yang menarik dalam rekomendasi putusan dari tim investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada majelis hakim atas perkara dugaan kartel skutik 110 – 125 cc Yamaha dan Honda. Isinya, tim investigator beranggapan konsumen berhak menentukan membeli kendaraan dalam kondisi harga off the road atau on the road.

Pada butir ke-4 rekomendasi tertulis, “Merekomendasikan kepada majelis komisi untuk memberikan saran kepada pemerintah khususnya instansi terkait untuk melarang pelaku usaha otomotif untuk memberikan harga referensi kepada main dealer atau dealer dengan memasukan komponen harga BBN (Bea Balik Nama) atau sejenisnya yang pada pokoknya komponen harga tersebut bukan merupakan struktur harga dari prinsipal (pabrikan)."

Sedangkan pada butir ke-5 isinya, “Menyatakan bahwa biaya BBN dan biaya tambahan lainnya yang dipungut oleh negara dibayarkan atas dasar pilihan konsumen, apakah akan dibayarkan sendiri atau melalui diler."

Baca: Kesimpulan Investigator KPPU, Yamaha-Honda Terbukti Kartel

“Mainan diler”

Dikatakan anggota tim investigator Helmi Nurjamil, pihak produsen hanya bisa menentukan harga off the road yang artinya belum disertai pajak dan biaya kepengurusan surat kendaraan. Selama ini yang terjadi di Indonesia, kepengurusan surat-surat itu dilakukan oleh pihak diler.

“Jadi dari tim investigator mengharapkan ke depannya tidak ada lagi komponen kenaikan harga itu salah satunya dari BBN, karena BBN ini sifatnya ranah dapur diler. Harusnya konsumen dikasih pilihan, dia mau urus sendiri atau melalui diler. Jadi jangan seolah-olah harga itu konsumen terima beres, tapi mahal,” terang Helmi selepas persidangan pembacaan kesimpulan di kantor KPPU di Jakarta, Senin (9/1/2017).

Menurut Helmi, jika masyarakat membeli dalam kondisi off the road dan mengurus sendiri surat-surat kendaraan maka biayanya tidak semahal seperti yang terjadi sekarang. Apalagi, lanjut Helmi, jika pembelian dilakukan secara kredit.

“Karena kalau kenaikan harga, waktu itu ada saksi yang bilang, cuma Rp 10.000 naik, itu kalau pakai sistem kredit jadi Rp 100.000. Jadi sebenarnya informasi yang seperti ini harus diedukasi kepada konsumen, jangan kemudian konsumen hanya bayar per bulan tapi sebenarnya enggak pernah tahu harga aslinya berapa,” kata Helmi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau