Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angin Ende dan Sedapnya Goragosa

Kompas.com - 17/03/2012, 08:12 WIB

Nasi bercampur jagung tersaji dalam cambung atau bakul tembikar. Ikan kuah kuning pun tersaji dalam cambung berukuran lebih kecil. Air liur segera terbit oleh uap beraroma rumput goragosa.

Sup ikan kuah kuning itu sedikit pedas, pedasnya rempah. Rasa masam yang lembut membuatnya terasa segar, itulah citarasa rumput goragosa. Rasa masam yang lebih tawar dari rasa masam asam jawa atau belimbing, namun juga terasa segar. Goragosa memang menjadi salah satu bumbu dapur andalan, terutama kala asam jawa susah didapat di pasar dan harganya relatif mahal. Selain itu, ada pula alternatif yang lain, yakni rumput uta mela meski rumput jenis ini agak sulit diperoleh sebab tumbuh di daerah pegunungan.

Ikan kerapu bakar tersaji dalam nampan yang dialasi daun pepaya segar bersama mentimun dan kemangi. Tumbukan rumput goragosa, kunyit, bawang merah, dan bawang putih yang dilarutkan dengan minyak kelapa meresap di dagingnya, segar, sedikit pedas oleh merica, juga gurih. Rasa masam yang sama lembutnya.

Ngeta, urap bunga pepaya dan daun ubi yang bercampur dengan parutan kelapa yang telah disangrai tersaji pula. Pelengkapnya berupa sambal tomat bercampur kemangi yang disajikan dalam separuh batok kelapa.

Kejutan muncul ketika mencocol sambal kemangi yang berair oleh rajangan tomat. Pasangan ikan bakar itu sungguh pedas, pedas cabai Ende yang tajam, setajam aroma jahe hangat minuman kami. Adonan aneka rempah membuat keringat bercucuran bahkan ketika kami belum selesai bersantap.

Diburu wisatawan

Restoran Pangan Lokal yang awalnya berdiri sebagai tempat praktik siswa SMK Muktiasa, Ende, itu masih menjadi satu-satunya restoran di Ende yang menawarkan citarasa kuliner lokal. Namun, restoran itu justru tak diminati kebanyakan orang Ende.

Padahal harga yang dipatok terbilang murah meriah. Bahkan, Suster Martini mengatakan, jika dihitung melulu secara ekonomis, restorannya terbilang merugi. Ada paket murah yang ditawarkan dengan harga Rp 22.500 per paket, yang terdiri dari nasi merah, ikan kuah asam, ngeta, sambal, plus minuman. Minuman yang disuguhkan mulai dari kopi lokal, juga aneka teh, seperti teh jahe, teh pandan, atau pun teh serai. Pembeli tinggal memilih sesuai dengan selera.

Nasi yang ditawarkan di restoran ini juga sangat khas sekaligus menjadi menu andalan, yakni nasi jagung dan nasi kacang. Kacang yang dimaksud bukan kacang hijau, melainkan kacang hitam yang merupakan salah satu jenis pangan lokal di Ende.

”Pengunjung di sini kebanyakan memang wisatawan asing. Sudah ada wisatawan dari 16 negara yang menyantap menu kami, termasuk wisatawan Amerika Serikat, Jerman. Yang paling banyak wisatawan Italia. Biasanya, mereka datang berombongan, dengan memesan terlebih dahulu, tidak menunggu proses memasak yang lama,” ujar Suster Martini.

Yang unik, Suster Martini justru siap membuka resep berbagai masakannya. ”Kami justru ingin setiap orang mau kembali menghidangkan kembali berbagai masakan tradisional Ende Lio. Semakin banyak orang meninggalkan cara menghidangkan makanan yang serba instan akan semakin baik. Memasak dengan hati, itu kunci kelezatan hidangan kami,” ujarnya tertawa.

Masalahnya, sejauh ini rumput goragosa hanya tumbuh di Flores. Jadi, cita rasa sesungguhnya dari nasi jagung, ikan kuah kuning, dan ikan bakar memang harus diburu di Ende. Carilah kesempatan mencicipinya. Ada sensasi eksotisme....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com