JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan CEO Nissan, Carlos Ghosn, yang sempat terlibat dalam skandal pada 2019, angkat bicara mengenai isu rencana merger antara Nissan dan Honda.
Menurut Ghosn, Honda sebenarnya tidak terlalu antusias dengan kolaborasi ini, namun tertekan oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI) untuk melakukannya.
"Ini adalah langkah yang sangat terdesak," kata Ghosn, seperti dilansir dari Carscoops, Minggu (22/12/2023).
"Ini bukan kesepakatan yang pragmatis, karena sinergi antara kedua perusahaan sulit ditemukan. Tidak ada hubungan komplementer yang signifikan antara mereka. Mereka berada di pasar yang sama dengan produk yang hampir identik, dan merek mereka pun sangat mirip," jelasnya.
Ghosn menyebutkan bahwa upaya Nissan untuk merger dengan Honda merupakan langkah putus asa karena penurunan penjualan yang dialami Nissan.
"Jadi, dalam arti tertentu, ini adalah langkah putus asa Nissan untuk mencari masa depan," lanjut Ghosn.
"Sementara itu, dari sisi Honda, sepertinya mereka tidak terlalu bersemangat tentang langkah ini, tetapi Anda harus memperhitungkan pengaruh METI di Jepang," katanya.
Ghosn berpendapat bahwa METI menekan Honda untuk melakukan kesepakatan ini, dengan alasan untuk menjaga kelangsungan hidup salah satu merek besar Jepang.
"Setelah tinggal di Jepang selama bertahun-tahun, saya tahu betul seberapa besar pengaruh METI," kata Ghosn.
"Menurut saya, tidak ada logika industri di balik kesepakatan ini, tetapi ada kalanya Anda harus memilih antara kinerja dan kontrol. Jelas, bila Anda bisa mendapatkan keduanya, itu lebih baik. Namun ada saat-saat ketika Anda harus memilih, dan dalam hal ini, METI lebih memilih kontrol daripada kinerja," ujarnya.
Meski pernyataan Ghosn mungkin bisa dianggap kurang valid mengingat dia merupakan mantan CEO yang kecewa dengan Nissan, ia tetap memiliki wawasan yang tajam mengenai situasi ini.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/12/22/160100415/mantan-bos-nissan-komentar-soal-isu-merger-dengan-honda