JAKARTA, KOMPAS.com - Pemanfaatan bahan bakar alternatif bioetanol dipercaya menjadi salah satu 'senjata' yang sangat menjanjikan dalam upaya menuju netralitas karbon alias Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Dengan sumber daya melimpah yang ada di Indonesia, seperti tebu, jagung, gandum, sorgum, dan ubi, bioetanol memiliki potensi besar untuk menjadi solusi energi yang berkelanjutan. Hanya saja untuk mengembangkannya, diperlukan dukungan politik yang kuat.
"Sebenarnya yang diharapkan adalah political will. Technical itu ke nomor sekian lah, termasuk juga supply. Sebenarnya kalau ada political will yang baik, bisa diselesaikan," kata Bob Azam, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Lebih jauh, ia menjelaskan keberadaan political will sangat krusial dalam memfasilitasi perkembangan bioethanol. Tanpa dukungan pihak berwenang, berbagai tantangan seperti perpajakan, regulasi, dan penyediaan bahan baku sulit diatasi.
Oleh karena itu, para pemimpin dan pembuat kebijakan di pemerintahan baru diharapkan untuk berkomitmen dan memberikan dukungan yang nyata agar potensi bioetanol dapat dimanfaatkan secara optimal.
Bob juga menekankan pentingnya melihat pengembangan bioetanol dalam jangka panjang. Meskipun biaya awal mungkin tinggi, investasi di bioetanol dapat membawa manfaat jangka panjang yang signifikan.
Mengacu pada pengalaman pengembangan biodiesel dari crude palm oil (sawit) yang telah menghidupkan 5 juta rumah tangga dan meningkatkan pendapatan secara signifikan, ia menginginkan model pembangunan serupa untuk bioetanol.
"Kemudian yang kedua, semua bentuk energi alternatif awalnya lebih mahal, pasti itu. Namanya teknologi baru itu pasti. Tetapi, jangan dilihat dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang," ucap Bob.
"Jika kita melihat dari pengalaman sawit (biodiesel), yang menghidupkan 5 juta rumah tangga, begitu kita mengalami lompatan luar biasa, itu dinikmati 5 juta rumah tangga dan income kita juga naik hampir 3 kali lipat," ucapnya.
"Nah, kita butuh model pembangunan yang seperti itu yang memberikan pendapatan lebih luas ke masyarakat," tambah dia.
Diketahui, implementasi B35 di Indonesia yang berlaku sejak Februari 2023 telah sukses menurunkan emisi sampai 35 juta ton per tahun dan menghemat impor BBM sebesar Rp 161,25 triliun.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/10/24/090200115/dorong-bioetanol-sebagai-alternatif-nze-butuh-kemauan-politik